PDIP Kota Depok usulkan nama Raperda Penyelenggaraan Kota Religius diganti
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Ikravany Hilman mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius Kota Depok yang saat ini sedang dibahas di Panitia Khusus DPRD Kota Depok diubah.

Elshinta.com - Ketua Fraksi PDI Perjuangan Ikravany Hilman mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius Kota Depok yang saat ini sedang dibahas di Panitia Khusus DPRD Kota Depok diubah namanya menjadi, "Jaminan bagi Kebebasan dan Kerukunan Beragama". Sehingga nama raperda ini lebih konkrit tidak abstrak.
Ikravany yang juga Ketua Badan Perencanaan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Depok ini, mengkritisi soal religius dibuat menjadi sebuah nama perda karena sesuatu yang abstrak lantaran sulit diukur.
Ikravany menilai, isi dari naskah akademik dari raperda tersebut yang diajukan kali ini lebih baik. Tidak seperti naskah akademik yang diajukan sebelumnya yang terlalu detail mengatur soal masuk ke wilayah private keluarga.
"Naskah akademik kali ini cukup bagus mengatur yang perlu saja. Nanti akan lebih dibahas di pansus. Maksud saya, religius adalah soal kuantitatif bukan kualitatif. Orang yang rajin ibadah tidak serta-merta tanda religius. Karena apa, ya, harus tercermin dalam perilaku sehari-hari. Hal inikan, abstrak," ujar Hilman seperti dilaporkan Kontributor Elshinta Hendrik Raseukiy, Kamis (18/11).
Tegaskan, Ikravany, Fraksi PDI Perjuangan tidak menolak terhadap religiusitas masyarakat. Tetapi, sebut Sekretaris DPC PDIP Kota Depok ini, religius tak harus dibuat dalam suatu peraturan yang mengikat. Soalnya, religius adalah berkaitan hubungan personal manusia dengan Tuhannya. Bukan menjadi kewenangan pemerintah.
Ungkap Ikravany, Fraksi PDIP harus mengakui fakta politik bahwa Raperda Penyelenggaraan Kota Religius ini sebelumnya, sudah disetujui oleh Rapat Paripurna DPRD Kota Depok untuk dibahas oleh panitia khusus. Namun, kembali, Ikravany ungkapkan keinginan supaya nama perda ini menjadi "Jaminan bagi Kebebasan dan Kerukunan Beragama".
Argumentasinya, jika nama perda konkret maka, secara praktik, nantinya ketika perda sudah diundangkan, akan lebih mudah bagi DPRD untuk melakukan evaluasi dan mengukur keberhasilan perda tersebut.
"Lebih mudah mengukur soal kerukunan beragama. Indeksnya jelas, mudah kita ukur. Misalnya, berapa banyak soal konflik umat beragama di Kota Depok. Kalau tidak ada konflik fisik maka ada-tidak konflik verbal. Itukan kita bisa ukur. Tetapi jika namanya saja abstrak, perda dengan judul seperti itu ketika diuji sulit. Misalnya, setelah tiga tahun, kita hendak evaluasi sudah berapa religiuskah kota ini. Hal itu, sulit diukur," tegas Hilman.
PDI Perjuangan, menginginkan perda tidak boleh masuk terlalu jauh pada hal hal yg sifatnya pribadi. Karena sebut Ikravany, yang mesti dimuat dalam perda ini adalah, pertama, jaminan terhadap kebebasan beragama dan jaminan, kebebasan pada peribadatan.
Kedua, dukungan terhadap aktivitas keagamaan, dukungan terhadap rumah ibadah, dan dukungan dan perhatian terhadap pemuka agama-agama, guru keagamaan. Serta, dukungan pada perayaan hari besar keagamaan.
Ketiga, perda ini, memandatkan kepada pemerintah kota untuk berperan menjaga kerukunan umat beragama. Di dalam naskah akademik raperda ini, ketika hal tersebut sudah termaktub. Tetapi, ada juga pasal-pasal yang perlu dibahas lebih lanjut.
Selain itu, Ikravany mengingatkan, isi perda yang dihasilkan nanti, tidak memberikan peluang adanya pasal-pasal yang bersifat diskriminatif atau atau memprioritaskan satu agama tertentu saja.
"Pasal-pasalnya juga harus konkrit, jelas. Maksud saya jangan sampai ada pasal tersembunyi atau tidak tegas, yang kemudian membuat aturannya akan diserahkan kepada peraturan wali kota atau perwal. Kami juga inginkan pasal-pasalnya harus setara terhadap keseluruhan agama-agama yang ada di Kota Depok. Tak ada yang satu lebih menonjol dari yang lainnya," ungkap Hilman.