Elshinta.com - Hari ini 10 tahun lalu, tepatnya pada 26 November 2011, jembatan Kartanegara di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ambruk.
Dilansir dari kompas.com, sekitar pukul 16.15 WITA jembatan runtuh dan memakan korban jiwa. Laporan awal hingga Minggu (27/11/2011) terdapat 5 orang korban tewas, 33 orang hilang, dan 40 orang mengalami luka berat dan ringan. Pencarian terus dilakukan oleh Basarnas. Pemberitaan berikutnya, tercatat jumlah korban tewas adalah 23 orang dan 13 orang masih hilang.
Tersangka terkait runtuhnya jembatan Kartanegara tidak kunjung ditetapkan hingga sebulan setelah kejadian. Namun pada awalnya hal ini diduga merupakan kelalaian.
Evakuasi korban
Pemerintah menggunakan penyelam tradisional untuk mencari para korban. Sungai Mahakam yang airnya keruh sehingga jarak pandang 0 adalah kendala besar bagi penyelam. Kecepatan arusnya yang bisa mencapai 2-9 knot juga sama bahayanya. Dengan 2 knot saja sudah cukup membuat orang terseret.
Pusaran air di beberapa titik memang tidak terlalu berbahaya, tetapi mematikan jika ada batang kayu, botol, atau logam ikut kena dan masuk pusaran. Barang-barang itu bisa merusak perlengkapan penyelam. Ditambah lagi kedalaman sungai yang hingga 50 meter dan tekanan air semakin kuat, lengkaplah bahaya sungai ini jika diselam oleh orang yang tidak profesional.
Komunikasi dengan rekan yang berada di atas kapal harus sempurna. Ada kode tertentu berupa tarikan tali untuk memberi informasi apakah penyelam butuh ditarik atau sedang berada dalam bahaya.
Tanggung jawab
Semua pihak yang terkait dengan runtuhnya Jembatan Kartanegara saling melemparkan tanggung jawab. Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan kontraktor tidak ingin disalahkan.
Wakil Ketua Komisi V DPR Mulyadi saat meninjau Jembatan Kartanegara, Selasa, mengatakan, semestinya jembatan dengan bentang panjang dan teknologi gantung ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Mulyadi menegaskan, dana pemeliharaan jembatan seharusnya dianggarkan tiap tahun.
Namun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara Didi Ramyadi mengakui, selama 2008-2010, tak ada kegiatan pemeliharaan Jembatan Kartanegara. Padahal, dari hasil pemantauan PT Indenes Utama Engineering Consultant, pada 2006 terkuak bahwa ada penurunan gelagar bentang tengah Jembatan Kartanegara hingga 50 cm dibandingkan 2001. Juga terjadi perenggangan pada pilar jembatan hingga 18 cm, sedangkan pada 2001 hanya 8-10 cm.
Konsultan ahli beton dan konstruksi jembatan, Wiratman Wangsadinata, mengatakan, runtuhnya Jembatan Kartanegara disebabkan kegagalan pada kabel penggantung dan klem penjepit. Analisis ini berdasarkan sisa konstruksi bangunan jembatan yang tersisa.
Polisi akhirnya menetapkan 3 tersangka atas robohnya Jembatan Kartanegara, Kalimantan Timur, seperti diberitakan Harian Kompas, 2 Januari 2012. Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Bambang Widaryatmo dalam jumpa pers di Balikpapan, Sabtu (31/12), menyebutkan, ketiga tersangka itu berinisial YS, ST, dan MSF.
Dua birokrat dan seorang rekanan terkait ambruknya Jembatan Kartanegara divonis setahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kalimantan Timur, pada Rabu (6/6/2012).
Sumber: detik.com