Elshinta.com - Hari ini 3 tahun lalu, atau tepatnya pada 22 Desember 2018 terjadi tsunami di Selat Sunda.
Bencana tsunami itu menerjang Provinsi Banten dan Provinsi Lampung. Kejadiannya berlangsung pada Sabtu (22/12/2018) malam hingga Minggu (23/12/2018) pukul 22.00 WIB.
Dampak terparah dirasakan di Kabupaten Pandeglang, Banten. Ketiadaan peringatan dini membuat masyarakat tidak memiliki waktu untuk menyelamatkan diri dan harta benda ke lokasi yang aman.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, tsunami di pesisir Banten dan Lampung tidak dipicu aktivitas tektonik karena tidak terekam gempa bumi sebelumnya.
Keterangan itu sekaligus mengoreksi keterangan BMKG sebelumnya, yang menyebutkan bahwa yang terjadi adalah gelombang pasang.
Lanjutnya, ada beberapa fenomena bencana yang berbeda, yang terjadi relatif bersamaan dan saling memengaruhi,
sehingga resultantenya mengakibatkan dampak lebih parah melampaui perhitungan biasanya.
Bencana di Selat Sunda merupakan interaksi dari gelombang tinggi (fenomena meteorologi maritim) akibat cuaca ekstrem yang dampak ketinggian gelombangnya diperparah fenomena bulan purnama.
Sementara itu, BNPB mencatat hingga 31 Desember 2018 pukul 13.00 WIB jumlah korban meninggal dunia akibat tsunami Selat Sunda adalah 437 orang.
Jumlah itu meliputi korban di lima kabupaten, yaitu Kabupaten Serang, Pandeglang, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tanggamus.
Dari lima kabupaten, daerah paling parah terdampak tsunami adalah Kabupaten Pandeglang. Tercatat, korban meninggal dunia di wilayah ini paling banyak, yaitu 296 orang.
Selain korban meninggal, tercatat 14.059 orang luka-luka, 16 orang hilang, dan 33.721 mengungsi.
BNPB juga mencatat, akibat tsunami yang terjadi Sabtu (22/12/2018), sebanyak 2.752 rumah rusak, 92 penginapan dan warung rusak, 510 perahu dan kapal rusak, serta 147 kendaraan rusak.