Elshinta.com - Kualitas udara Jakarta sejak 2012 hingga 2021 terus mengalami trend penurunan hari tidak sehat atau ketika pencemaran udara sangat tidak sehat dan berbahaya, dengan sangat berarti.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusiono Anwar menyebutkan bahkan di tahun 2021, indeks standar pencemaran udara (ISPU) DKI Jakarta sepanjang Januari sampai Desember tahun 2021, tidak mengalami hari tidak sehat di mana dominasi kondisi udara Jakarta adalah sedang (218 hari), tidak sehat (138 hari), dan baik (enam hari).
"Dalam pemantauan yang kami lakukan terhadap parameter PO3, Nitrogen, Hidrokarbon dan SO2, dari bulan Januari sampai Desember 2021 ini dominasinya adalah di warna biru yaitu kondisinya sedang, artinya aman untuk melakukan aktivitas di luar ruangan," kata Yusiono saat diskusi virtual Balkoters Talks berjudul ‘Tekan Emisi, Jakarta Bebas Polusi’ pada Kamis (30/12).
Kondisi sedang ini, masih lebih rendah dibanding dengan kualitas pencemaran udara pada 2020 dengan 244 hari pencemaran kategori sedang, 90 hari kategori tidak sehat, 29 hari kondisi baik, namun ada tiga hari kondisi pencemaran sangat tidak sehat.
"Tapi trennya menurun dari tahun ke tahun untuk hari yang tidak sehat dan sangat tidak sehat, terlebih pada 2021 untuk kategori tidak sehat sebanyak 151 hari dan sangat tidak sehat sepanjang 116 hari," ucapnya.
Untuk sumber pencemaran udara, Yusiono menyebutkan bahwa dari enam parameter yang dihitung yakni Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), particular meter ukuran 10 mikron (PM10), particular meter ukuran 2,5 mikron (PM2,5), dan Black Carbon (BC), lima di antaranya bersumber dari transportasi sedangkan industri manufaktur menyebabkan pencemaran tertinggi pada sulfur dioksida.
Perbaikan kualitas udara, disebutkan Yusiono, didukung oleh terbitnya regulasi mulai dari Perda 2 Tahun 2005 tentang pengendalian kualitas udara, Pergub 12 Tahun 2016 tentang hari bebas kendaraan bermotor, Ingub 66 Tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara, hingga Pergub 66 tahun 2020 tentang uji emisi gas buang kendaraan bermotor.
"Jadi ini kronologi bagaimana peraturan-peraturan sangat mendukung untuk perbaikan kualitas udara Jakarta," ujarnya.
Di kesempatan sama, pengamat tata kota dan lingkungan Nirwono Joga menyambut baik kabar tren membaiknya kualitas udara di Jakarta, namun dia menekankan butuhnya Jakarta memiliki peta jalan (road map) dan rencana induk untuk membuat kota bebas dari polusi.
"Karena secara umum teknisnya sudah ada aturan yang berlaku bahkan sudah ada sanksinya yang perlu diterapkan. Dengan adanya peta jalan itu, ini bekal bagi tiga pihak yakni instansi pemerintahan, masyarakat dan swasta," kata Nirwono
Lebih lanjut, Nirwono menyebutkan bahwa untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta, maka sumber polusi udara harus dibenahi.
"Dengan hasil riset yang menyebutkan sumber polusi utama adalah transportasi, tak ada pilihan kita harus fokus untuk menangani sumber polutan udara dengan mengembangkan transportasi dengan pengembangan TOD," ucapnya.
Kemudian, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat mulai penggunaan transportasi umum hingga beraktivitas dengan menggunakan kendaraan atau cara rendah emisi (berjalan atau bersepeda), serta mengoptimalkan penghijauan seperti menanam pohon besar dan menambah RTH baru.
Lalu pengembangan kawasan yang membatasi pergerakan kendaraan bermotor di pusat perkotaan (Kota Tua, Ancol, Monas, GBK, Kemayoran TMII) dan pemukiman (Menteng, Kebayoran Baru, Pondok Indah, PIK, Kelapa Gading).
"Kamudian mengharmonisasi peraturan presiden tentang rencana tata ruang (Perpres 60/2020) dan rencana induk transportasi Jakarta (Perpres 55/2018). Kemudian menyelesaikan pekerjaan rumah yakni menerapkan jalan berbayar elektronik, memperluas ganjil-genap, parkir progresif, melakukan uji emisi, mengembangkan kendaraan ramah lingkungan, dan pertemuan kantong parkir di simpul terminal/stasiun/halte," ucapnya.
Untuk memaksimalkan penghijauan, Nirwono mengusulkan saat pembuatan dokumen seperti perpanjang STNK, pembuatan Akta Kelahiran, hingga pembuatan surat nikah diwajibkan untuk membeli, menyumbang atau menanam pohon.
"Tentu ini perlu rencana induk penanaman pohon sehingga jika ada program seperti ini masyarakat tahu mereka menanam atau menyumbang pohon jenis apa dan di mana ditanamnya, sehingga target pertambahan pohon 10 juta pada 2030 bisa tercapai," tuturnya.