Top
Begin typing your search above and press return to search.

2 Januari 1947: Pulangnya tokoh anti-kolonialisme setelah dibuang

Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker atau yang umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.

2 Januari 1947: Pulangnya tokoh anti-kolonialisme setelah dibuang
X
Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi

Elshinta.com - Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker atau yang umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.

Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia Belanda, wartawan, aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia Belanda yang merdeka.

Ia sama sekali tidak gentar meski berkali-kali keluar masuk penjara dan diasingkan. Memang sejak dia menunjukkan sikap antipenjajah, Belanda lalu mengawasi dan menganggapnya berbahaya. Dia dianggap bisa mengompori Bumiputra untuk melawan pemerintah Hindia-Belanda sewaktu-waktu. Maka, ketika Douwes Dekker mendaftarkan izin Indische Partij, Beladan menolaknya. Partai dianggap berbahaya, mengancam kemananan, dan ketertiban umum.

Tapi, bukan Douwes Dekker jika langsung menyerah. Dengan kemampuan jurnalistiknya, kerap kali dia menantang pemerintah Hindia-Belanda lewat tulisan-tulisan tajam. Dia mengkritisi politik memecah belah pribumi, indo, dan priyayi. Akibat keberaniannya itu, Douwes Dekker di mata tokoh-tokoh politik Belanda dianggap advonturir

Dia pernah menjalani hukuman penjara di beberapa negara. Lalu, bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker dibuang ke Belanda. Tapi, mereka malah melanjutkan sekolah. Douwes Dekker juga pernah dituduh menjadi kaki tangan Jepang. Dia ditahan di Jakarta, kemudian dibawa ke Ngawi dan Magelang. Dia juga pernah diasingkan di Suriname. Namun, semua kejadian itu tetap tidak membuat gentar berjuang meraih kemerdekaan.

Pengasingan di Suriname

DD ditangkap dan dibuang ke Suriname pada tahun 1941 melalui Belanda. Di sana ia ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman Sungai Suriname yang bernama Jodensavanne ("Padang Yahudi"). Tempat itu pada abad ke-17 hingga ke-19 pernah menjadi tempat permukiman orang Yahudi yang kemudian ditinggalkan karena kemudian banyak pendatang yang membuat keonaran.

Kondisi kehidupan di kamp sangat memprihatinkan. Sampai-sampai DD, yang waktu itu sudah memasuki usia 60-an, sempat kehilangan kemampuan melihat. Di sini kehidupannya sangat tertekan karena ia sangat merindukan keluarganya. Surat-menyurat dilakukannya melalui Palang Merah Internasional dan harus melalui sensor.

Ketika kabar berakhirnya perang berakhir, para interniran (buangan) di sana tidak segera dibebaskan. Baru menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah orang buangan dikirim ke Belanda, termasuk DD. Di Belanda ia bertemu dengan Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel, seorang perawat. Nelly kemudian menemaninya kembali ke Indonesia. Kepulangan ke Indonesia juga melalui petualangan yang mendebarkan karena DD harus mengganti nama dan menghindari petugas intelijen di Pelabuhan Tanjung Priok. Akhirnya mereka berhasil tiba di Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia pada waktu itu pada tanggal 2 Januari 1947.

Sumber : 9

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire