Ekonom sebut istilah kelangkaan pupuk subsidi kurang tepat
Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah yang juga analis dari Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Surya Vandiantara, menilai terkait kelangkaan pupuk subsidi merupakan istilah yang kurang tepat. Letak persoalannya adalah keterbatasan jumlah.

Elshinta.com - Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah yang juga analis dari Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Surya Vandiantara, menilai terkait kelangkaan pupuk subsidi merupakan istilah yang kurang tepat. Letak persoalannya adalah keterbatasan jumlah.
"Sebenarnya kalau kita mau untuk amati, tidak bisa disebut sebagai kelangkaan, lebih tepatnya mungkin disebut keterbatasan jumlah. Karena menurut saya mengenai pupuk subsidi, kita perlu memahami permasalahan yang ada secara holistik. Kata kuncinya adalah efisiensi, dan solusinya adalah inovasi," ungkap Surya dalam rilis tertulis yang diterima redaksi elshinta.com, Minggu (13/2).
Menurut Surya, pupuk subsidi memberikan efek ketergantungan kepada petani, dimana seharusnya hanya menjadi stimulus agar produksi pertanian meningkat. Persoalanya, selama ini kebanyakan petani tidak merasakan secara penuh hasil produksi pertanian mereka.
"Kalau saja keuntungan dari pertanian mereka bisa maksimal, maka para petani akan sejahtera, Sehingga, ketergantungan akan pupuk subsidi pun akan berkurang dengan sendirinya. Karena petani akan lebih mampu untuk mendapatkan pupuk selain yang bersubsidi." katanya.
Surya juga berpendapat, selama ini keuntungan terbesar selalu bukan di petani, melainkan para pengepul atau tengkulak hasil pertanian.
"Mereka memainkan langsung harga, dengan membeli secara murah dari petani sedangkan menjual dengan harga yang pastinya jauh lebih tinggi, belum lagi kalau musim panen raya impor malah masuk, hal tersebut tentu menghancurkan harga jual petani," jelasnya.
Selain itu, terkait polemik sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang dikritik menjadi penyebab kelangkaan pupuk subsidi, Surya menegaskan, hal tersebut tidaklah tepat. Menurutnya, tidak ada yang salah dalam sistem e-RDKK, karena distribusi pupuk subsidi harus sesuai dengan data.
"Dalam hal ini sistem yang dikembangkan Kementerian Pertanian yakni e-RDKK, saya pikir sudah cukup baik. Karena akan sangat lebih serampangan lagi nanti distribusi pupuknya apabila sistem pengumpuluan datanya tidak memadai," katanya.
Oleh karena itu, Surya berpendapat, terkait solusi pupuk bagi petani menurutnya harus dilihat secara komprehensif atau menyeluruh, bukan hanya persoalan di sistem hitung, tetapi terkait kesejahteraan para petani itu sendiri.
"Kuncinya adalah inovasi. Pemerintah harus bisa menghadirkan sistem pasar yang baik, dimana para petani bisa menjual langsung produknya ke masyarakat tanpa harus melalui tangan pengepul. Menciptakan marketplace secara digital, saya kira perlahan tapi pasti akan dapat bermanfaat bagi pertanian. Selain itu perlu diperhatikan kembali adalah inovasi dibidang pertanian dan membuat pertanian ke arah industrialisasi agar keuntungan petani meningkat," tutupnya.