Begin typing your search above and press return to search.
Pengamat nilai kenaikan harga Pertamax sudah tepat dan bijak
Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengapresiasi kebijakan Pertamina yang menaikkan harga jual Pertamax.

Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengapresiasi kebijakan Pertamina yang menaikkan harga jual Pertamax. Menurut Fahmy, kebijakan tersebut sudah tepat dan bijak.
Soal pilihan Pertamina yang 'hanya' menaikkan harga ke level Rp12.500 per liter sedangkan harga keekonomoian sudah mencapai Rp16.000-an per liter, Fahmy juga menilai hal itu tidak menjadi masalah. "Sudah bijak dan tepat. Itu kan hanya soal asumsi harga dunia yang dipakai dalam perhitungan saja. Saya tidak tahu Pertamina pakai asumsi harga berapa. Dan pastinya Pertamina tidak mungkin gegabah. Ketika mereka ketemu harga Rp12.500 per liter, itu sudah pasti dipertimbangkan dengan seksama," tutur Fahmy.
Keputusan untuk menaikkan harga di level Rp12.500 per liter, menurut Fahmy, juga pasti telah dikomunikasikan dengan Kementerian ESDM, Menko Perekonomian dan pihak-pihak terkait. Artinya, pertimbangan sudah pasti lebih komprehensif, tidak semata-mata pertimbangan bisnis semata. Termasuk juga pertimbangan kepedulian terhadap daya beli masyarakat yang harus tetap terjaga, karena saat ini bersamaan dengan momen Ramadhan dan Lebaran.
"Karena itu, selain tepat, Saya juga menyebut bahwa keputusan ini adalah keputusan bijak yang diambil oleh Pertamina dan pemerintah. Tidak akan mendongkrak inflasi," ungkap Fahmy.
Senada dengan Fahmy, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia,
Piter Abdullah, juga menilai kenaikan harga Pertamax di level merupakan pilihan yang bijak di tengah kondisi yang kurang kondusif saat ini. Piter menilai bahwa keputusan tersebut sengaja diambil dengan lebih mempertimbangkan agar tidak berdampak terlalu besar terhadap masyarakat, khususnya kelompok bawah.
"Agar meminimalisasi potensi peralihan (shifting) dari Pertamax ke Pertalite. Karena dengan harga segitu, mungkin masih ada shifting, tapi mayoritas kelas menengah tidak akan beralih. Mereka lebih sayang dengan mobil mewah mereka,” ujar Piter.
Sementara terkait potensi inflasi dan sejumlah gejolak lain yang berpotensi terjadi akibat kenaikan harga Pertamax, Piter juga sepakat bahwa kecil peluang untuk kenaikan harga Pertamax bisa mendongrak nilai inflasi secara signifikan.
Klaim tersebut didasarkan pada fakta bahwa porsi konsumsi Pertamax terhadap keseluruhan BBM relatif kecil dibanding Pertalite dan jenis BBM lain. Selain itu, konsumsi masyarakat untuk Pertamax mayoritas adalah konsumsi perseorangan dan bukan merupakan konsumsi industri.
"Beda dengan solar yang dipakai di truk, lalu truknya untuk mengangkut pasokan barang ke masyarakat. Sehingga ketika solar naik, harga barang juga naik. Atau Pertalite yang dipake oleh angkutan umum, yang ketika harganya naik, maka tarif transportasi juga naik. Kalau Pertamax yang beli hanya perseorangan kelas menengah, yang efek domino kenaikannya hanya berhenti di mereka saja. Tidak kemana-mana," tutup Piter.
Sumber : Elshinta.Com
Next Story