Jelang 2024, konsultan politik jadi bisnis menggiurkan
Kontestasi Pemilihan Umum Presiden tahun 2024 sudah di depan mata. Kendati wacana penundaan pemilu terus bergulir namun nyatanya sejumlah lembaga survei terus aktif merilis sejumlah nama yang kerap kali masuk dalam bursa Calon Presiden Republik Indonesia.

Elshinta.com - Kontestasi Pemilihan Umum Presiden tahun 2024 sudah di depan mata. Kendati wacana penundaan pemilu terus bergulir namun nyatanya sejumlah lembaga survei terus aktif merilis sejumlah nama yang kerap kali masuk dalam bursa Calon Presiden Republik Indonesia.
Figur yang masih menjadi ‘top of mind’ publik antara lain Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ketua DPR RI Puan Maharani, hingga Menteri BUMN Erick Thohir.
Munculnya nama para tokoh tersebut dalam bursa calon presiden membuat kontestasi Pilpres 2024 terasa semakin dekat. Bisnis konsultan politik pun menjadi sebuah bisnis potensial di tahun pemilu tersebut karena di tahun yang sama pemilu legislatinf dan pilkada juga akan diselenggarakan secara serentak oleh KPU RI.
Bonus demografi membuat pemilih akan dikuasai oleh generasi millennial dan generasi Z dimana jumlah mereka bisa mencapai 35 % - 40 % dari total DPT (Daftar Pemilih Tetap). Hal ini tentu membuat kampanye kreatif menjadi alternatif kampanye yang diharapkan dapat memikat hati pemilih khususnya dari kalangan Millenial dan Gen Z.
“Kami melihat digitalisasi yang tumbuh pesat di Indonesia dibarengi dengan demografi menjadi blue ocean yang belum banyak dimainkan oleh konsultan politik sebelumnya” ujar Hasyibulloh Mulyawan Direktur Eksekutif Ethical Politics dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi Elshinta.com, Kamis (12/5).
Menurut Hasybulloh, kebutuhan akan kampanye kreatif dan narasi politik yang mudah dipenetrasikan dengan voters millennial dan Gen Z membuat Ethical Politics memutuskan untuk fokus ke layanan kampanye kreatif.
"Kampanye kreatif yang menjadi fokus layanan seperti konten video baik iklan politik, maupun social movement atau aktivasi gerakan sosial, hingga pembuatan jingle untuk pemilihan umum juga event-event politik. Hal ini sejalan dengan spirit voters yang diyakini banyak dipengaruhi oleh apa yang ada di media sosial," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa porsi DPT yang dikuasai oleh generasi millennial dan Z membuat konten kampanye harus lebih kreatif dan sederhana namun berisi tanpa mengurangi esensi atau makna peran politik yang ingin disampaikan oleh kandidat.
“Justru dengan adanya bonus demografi millennial dan Gen Z, sudah saatnya kita beradu gagasan dan kreatifitas untuk dapat mengemas pesan politik dan kampanye agar dapat diterima publik” tambahnya.