Marak pinjol ilegal hingga investasi bodong, ini langkah OJK
Selama masa pandemi COVID-19, seperti kita ketahui bahwa kondisi perekonomian mengalami penurunan signifikan. Kebijakan pembatasan kegiatan yang mengharuskan masyarakat beraktivitas dari rumah sebagai ikhtiar pencegahan penularan wabah, nyatanya juga berdampak terhadap keberlangsungan usaha masyarakat.

Elshinta.com - Selama masa pandemi COVID-19, seperti kita ketahui bahwa kondisi perekonomian mengalami penurunan signifikan. Kebijakan pembatasan kegiatan yang mengharuskan masyarakat beraktivitas dari rumah sebagai ikhtiar pencegahan penularan wabah, nyatanya juga berdampak terhadap keberlangsungan usaha masyarakat. Situasi tersebut mendorong masyarakat untuk berkreasi agar tetap dapat memperoleh penghasilan meski dari rumah.
“Sebagai bentuk kreativitas dan solusi, pada akhirnya banyak aktivitas yang mulai beralih ke arah digital. Bukan hanya aktivitas perkantoran dan kegiatan belajar mengajar, melainkan juga kegiatan usaha, jual beli, bahkan investasi dilakukan dengan memanfaatkan layanan digital," ujar Bambang Supriyanto ditemui usia pelaksanaan kegiatan Media Update Waspada Investasi dan Pinjol Ilegal, Senin (30/5), seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Fendi Lesmana.
Maraknya aktivitas berbasis digital, diikuti pula dengan ragam perkembangan layanan jasa keuangan maupun instrumen investasi yang berbasis digital. Salah satu yang ramai diperbincangkan adalah aset kripto.
“Sejak ditetapkan sebagai instrumen investasi pada September 2018 hingga Februari 2022, transaksi aset kripto tercatat mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pembeli 12,4 juta investor,” imbuh Bambang Supriyanto.
Sementara itu, dengan semakin tingginya traffic transaksi aset kripto perlu diimbangi dengan pengenalan produk investasi secara komprehensif. Sejalan dengan hal tersebut, OJK menggandeng Bappebti selaku Otoritas yang melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka untuk memberikan wawasan mengenai aset kripto.
Dalam kesempatan itu, Bambang Supriyanto juga menyampaikan masih banyak bentuk instrumen investasi digital lainnya seperti security crowdfunding, maupun fintech peer to peer lending.
“Fenomena merebaknya penawaran investasi digital, mendorong OJK bersama 11 kementerian/lembaga yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi atau SWI tidak henti-hentinya menghimbau dan meminta masyarakat untuk senantiasa mewaspadai penawaran investasi illegal dengan tetap mengedepankan prinsip 2L, Legal perusahaannya, dan Logis hasil yang ditawarkan,” lanjut Bambang Supriyanto.
Sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 jumlah pinjaman online ilegal yang telah ditutup mencapai 3.989 pinjol ilegal. Terbaru, SWI kembali menghentikan 7 entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin dan 100 pinjaman online legal pada April 2022.