Elshinta.com - Kejaksaan Negeri Aceh Utara menolak permohonan pra peradilan yang diajukan oleh kuasa hukum tersangka Nurliana dan Poniem, Kamis (1/12).
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara Dr Diah Ayu H L Iswara Akbari melalui Kasi Intelijen Arif Kadarman, S.H mengatakan,permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh kuasa hukum para tersangka sudah sampai ke tahap agenda pembacaan putusan.
"Kamis tanggal 01 Desember 2022 sekitar pukul 10.00 Wib bertempat di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Lhoksukon telah dilaksanakan Sidang Permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh kuasa hukum tersangka atas nama. Ir.Nurliana dan Ir. Poniem dengan agenda pembacaan putusan," ujarnya.
Kata Arif Kadarman, dalam putusannya Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon memutuskan menolak permohonan pra peradilan yang diajukan oleh kuasa hukum tersangka Ir.Nurliana dan Ir.Poniem.
"Hakim tunggal Nurul Hikmah, SH. MH memutuskan terhadap proses penetapan tersangka Ir. Nurliana dan Ir. Poniem yang dilakukan oleh jaksa penyidik pada Kejaksaan Negeri Aceh Utara sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan telah memenuhi 2 alat bukti yang sah dan due process of law," Jelas Arif Kadarman seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hamdani, Kamis (1/12).
Sidang perkara tersebut dihadiri Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Wahyudi Kuoso SH, MH, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Dwi Melly Nova, SH, MH.dan Kuasa hukum pemohon Pra Peradilan dari Kantor Advokat Bahadur Satri SH dan Partner’s.
Sebelumnya pada Agustus 2021 lalu, Kejari Aceh Utara menetapkan lima tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai Aceh Utara.
Kajari Aceh Utara, Diah Ayu Hartati, mengatakan pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai Aceh Utara diduga merugikan negara mencapai Rp20 miliar.
"Hasil pemeriksaan di lapangan, Kejari Aceh Utara telah menetapkan lima tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan tersebut," kata Diah Ayu Hartati dalam konferensi pers, Jumat (6/8/2021).
Diah menjelaskan, kelima tersangka itu yakni berninisial F selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), N selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), P selaku pengawas pada dinas terkait, serta dua rekanan masing-masing berinisial R dan T.
Diah juga menjelaskan, total anggaran untuk pembangunan proyek Monumen Islam Samudera Pasai tersebut bersumber dari APBN, terhitung dari tahun 2012 hingga 2017 senilai Rp 49,1 miliar lebih dan proses pengerjaannya secara bertahap dengan melibatkan sejumlah perusahaan.
Pada 2012, lanjut Diah, awal proyek tersebut dikerjakan PT PNM dengan angggaran senilai Rp 9,5 miliar. Kemudian pada 2013 Rp 8,4 miliar dikerjakan oleh PT LY, dan pada 2014 dikerjakan PT TH dengan anggaran Rp 4,7 Miliar.
Selanjutnya, kata Diah, pada 2015 dengan anggaran Rp 11 Miliar dikerjakan PT PNM dan 2016 dikerjakan PT TH senilai Rp 9,3 Miliar dan terakhir anggaran Rp 5,9 miliar dikerjakan PT TAP.
“Kasus ini dalam penyelidikan pada Mei 2021 dan ditingkatkan statusnya ke penyidikan pada awal Juni 2021. Saat ini kami telah memeriksa saksi-saksi, kemudian ahli. Terakhir kami berkoordinasi dengan BPKP terkait perhitungan kerugian negara,” kata Diah.
Diah mengatakan, dari hasil penyidikan dan pemeriksaan ke lapangan, pihaknya telah menemukan sejumlah persoalan dari segi bangunan tidak sesuai dalam perencanaan. Pihaknya menduga bangunan tersebut ada indikasi penyimpangan atau perbuatan melawan hukum.
“Antara lain proyek ini telah merubah spesifikasi konstruksi bangunan dengan cara adendum menjadi K250. Akan tetapi pada saat kami memeriksa ke lapangan dengan tes Hammer justru tidak sampai 250, tidak sampai 500, bahkan di bawah 200 atau lebih tepatnya 140, 120 untuk menopang tower setinggi 71 meter" ungkapnya.