Elshinta.com - Warga di kampung Jotang Desa Cimuncang Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat tidak bisa melihat matahari selama 15 hingga 20 hari di bulan Januari 2023, akibat intensitas hujan tinggi dan kabut tebal. Dalam kondisi seperti itu warga mengaku sulit beraktifitas, bahkan pakaian yang dicuci tidak kering berhari-hari.
Kampung Jotang yang berada di Desa Cimuncang merupakan kampung dengan curah hujan tinggi, serta kabut yang sangat cepat turun mengakibatkan kampung ini sering disebut warga dengan kampung di atas awan.
Endin Saprudin, Kepala Dusun Jotang menceritakan, saat musim hujan tiba suhu di kampung Jotang bisa dibawah 30° sehingga di kampung ini memiliki suhu yang sangat dingin.
Namun demikian kata Endin, ada yang menarik di Kampung Jotang yaitu dalam 1 tahun, selama 15hari khususnya di bulan Januari warga Jotang sama sekali tidak bisa melihat matahari.
"Kalau musim hujan tiba itu puncaknya di bulan Januari biasanya. Tapi bukan full satu musim, cuma di bulan itu doang Januari atau akhir Desember kadang-kadang ada 15 sampai 20 hari enggak keluar matahari. Mungkin tertutup oleh kabut. Biasanya kalau di puncaknya itu di Januari kadang-kadang setiap hari itu hujan terus matahari pun tak pernah keluar," kata Endin seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Enok Carsinah, Minggu (18/12).
Masih dikatakan Endin, siklus tahunan berupa tidak munculnya matahari selama 15 sampai dengan 20 hari di bulan Januari sudah menjadi hal yang biasa, kendati demikian aktifitas warga nyaris terhenti karena kabut tebal dan jarak pandang hanya 10meter.
"Bagi kami udah biasa, dulu di Cigintung pun saya pernah mengalami seperti itu. Biasanya kalau hujan gerimis lalu keluar angin, ya kami pun selaku masyarakat lokal di sini ya kalau dingin mah merasa dingin," ungkapnya.
Dengan cuaca yang nyaris tidak bersahabat karena kabut tebal, Endin menyebut aktifitas masyarakat nyaris terhenti seperti kegiatan masyarakat yang biasa bertani, atau para ibu rumah tangga saat mencuci pakaian namun tak kunjung kering berhari-hari.
"Untuk aktivitas pertanian jelas terganggu. Itu tidak bisa sama sekali. Karena kan kita akan memiliki tenaga kalau ada sinar matahari. Begitupun masalah mencuci, kalau memiliki mesin cuci mungkin tidak masalah karena ada pengering, kalau tidak punya akan menunggu kering berhari-hari," kata Endin.
Endin mengaku, kini kampungnya sering disebut kampung di atas awan. Meskipun tidak gelap seperti gerhana namun lebih kepada akibat kabut yang jarak pandangnya kata Endin hanya sekitar 10 meter saja.
"Saat matahari tidak ada, jarak pandang sangat terbatas, antar tetangga saja rumahnya tidak terlihat karena kabut. Suhu juga sangat dingin dan kabutnya lebih tinggi lagi, karena ini dataran paling tinggi di Cimuncang," paparnya.
Kendati demikian kata dia, saat musim kemarau Kampung Jotang pun tetap mengalami musim panas atau cuaca yang panas seperti kampung-kampung lainnya.
Sementara pantauan Elshinta saat memasuki Kampung Jotang di minggu terakhir di bulan Desember disambut hujan gerimis sejak siang, namun saat hujan besar menjelang sore, secara perlahan-lahan kampung Jotang secara cepat berselimut kabut.