Elshinta.com - Eksekusi rumah di Jalan Muria, Gang IV No. 690, Kelurahan Oro-oro dowo, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur berlangsung ricuh. Pemilik rumah histeris dan berupaya menghalangi petugas eksekusi yang dilakukan Panitera Pengadilan Negeri Kota Malang, Kamis (19/1).
Upaya penghadangan telah dilakukan saat petugas dan juru sita didampingi kepolisian dari Polresta Malang Kota mendatangi lokasi. Tampak sejumlah orang dari lawyer pemilik rumah berupaya mempertanyakan upaya eksekusi dan meminta waktu. Namun negosiasi tersebut ditolak dan petugas tetap melakukan eksekusi.
“Kami hanya melaksanakan putusan pengadilan dalam kasus ini dan meminta para pihak tidak menghalang-halangi upaya eksekusi rumah dan tanah seluas 538 M2,” kata Panitera PN Kota Malang, Rudi Hartono seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, El Aris, Kamis (19/1).
Apalagi sebelumnya panitera mempersilahkan lawyer untuk menempuh upaya hukum atas upaya eksekusi tersebut.
Petugas angkut dan juru sita kemudian masuk ke dalam rumah. Eksekusi diwarnai teriakan histeris pemilik rumah yang menghalangi sejumlah petugas membongkar pintu rumah yang telah berubah menjadi rumah indekost.
“Jangan sentuh barang-barang saya, kembalikan,” teriak Nona (50) salah satu ahli waris milik Hari Wijaya.
Bahkan, wanita paruh baya ini mengancam petugas kepolisian dan pengadilan dan tukang angkut yang mengeluarkan sejumlah barang.
“Anda ditugaskan negara dan harus melindungi rakyat, saya tahu kalau polisi dan pengadilan diberi masing-masing Rp100 juta,” ujarnya.
Tentu saja histeris pemilik tidak digubris dan petugas gabungan dari PN, kejaksaan, kepolisian tetap melakukan eksekusi.
“Jangan sentuh barang saya atau akan saya lawan dan bakar rumah ini,“ ancam Nona.
Karena dianggap membahayakan petugas , aparat kepolisian secara persuasif menenangkannya.
Sementara, Belatrix , salah satu ahli waris didampingi kuasa hukum John Firmana mengaku tidak mengetahui permasalahan hingga muncul gugatan sebesar Rp4 Miliar yang dilakukan oleh orang yang bukan ahli waris.
“Kami kaget ketika mengetahui rumah ini tiba-tiba dilelang dan sudah berganti nama orang lain dan yang lebih kaget lagi kami punya hutang Rp1,6 miliar ke salah satu BPR padahal nilainya ditaksir Rp4 miliar,” ungkap Belatrix.
Hanya saja dari berbagai informasi yang dihimpun kasusnya bermula saat pemilik rumah meminjam uang sebesar Rp350 juta dengan sertifikat sebagai jaminan dan tanpa sepengetahuan pemilik sertifikat ini dijaminkan ke salah satu BPR sebesar Rp1,6 miliar yang kemudian dilelang sebesar Rp4 miliar.