Elshinta.com - Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan tidak akan melepas kepemilikan tanah kraton (Sultan Ground) dan juga tanah khas desa (TKD) untuk proyek nasional jalan tol. Jalan tol tetap bisa dibangun di atas SG (Sultan Ground) atau TKD dengan status menyewa bukan kepemilikan.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana, mengatakan bahwa kebijakan Ngarsa Dalem (Sri Sultan HB X) dengan tidak melepaskan kepemilikan Sultan Ground dan Tanah Kas Desa untuk proyek nasional jalan tol sudah tepat. Jalan tol tetap akan bisa dibangun di atas SG maupun TKD, hanya statusnya saja tidak kepemilikan tetapi sewa menyewa.
"Kami mendukung sepenuhnya kebijakan tersebut, karena pelaksanaan proyek nasional tidak ada yang terganggu sama sekali, " ujarnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Izan Raharjo, Sabtu (4/2).
SG dan TKD sudah diatur dengan undang undang keustimewaan DIY dan juga Perdais no 1 tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten. Dalam Perda tersebut SG bisa dimanfaatkan untuk 3 kepentingan, yaitu untuk pengembangan kebudayaan, sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, pemanfaatan dan pengelolaan nya berdasar hak asal usul, efektivitas pemerintahan dan kearifan lokal. Mekanisme pemanfaatannya juga sudah sangat jelas diatur. Memang ada mekanisme pelepasan untuk kepentingan umum, tapi itu akan sangat merepotkan, dan merugikan masyarakat maupun desa.
"Menurut saya sangat aman bagi pemerintah pusat menggunakan SG maupun TKD untuk jalan tol meskipun tidak dengan memiliki," imbuh politik FPKS tersebut.
Penggunaan TKD dan SG tanpa mekanisme pelepasan adalah wujud perlindungan terhadap kepentingan budaya dan kalurahan. Adanya proyek jalan toll mesti membawa kemanfaatan lebih dan jangka panjang bagi masyarakat DIY, termasuk kepentingan kebudayaan kraton dan kalurahan/desa.
”Kalau beli putus kemanfaatannya akan kurang dan kalurahan akan sangat kesulitan mencari tanah pengganti, sebagaimana pelepasan TKD yang lalu lalu oleh pemkab pemkab. Biasanya uangnya hanya ditaruh rekening di bank bertahun tahun dan susah mencari pengganti senilai, kerena pelepasan TKD harus mencari tanah pengganti. Nilai uang di bank sudah pasti akan turun karena inflasi, smentara asset senilai sulit dicari, pasti rugi dalam hal ini," ungkapnya.
Jika sistem sewa dilakukan, tidak ada asset yang hilang dan mendapatkan biaya sewa tahunan yang bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan kepentingan kebudayaan. Jangan lihat saat ini nilainya, tapi 10 atau 20 tahun mendatang, kebijakan ini baru akan terlihat manfaat nyatanya. Artinya kebijakan ini visioner untuk kepentingan desa dan kebudayaan.
"Pemerintah maupun pengelola jalan toll juga tidak perlu keuarkan uang besar di depan untuk pembelian, sementara proyek tetap berjalan," pungkasnya.