Elshinta.com - Hari ini 76 tahun silam, tepatnya pada tanggal 3 Maret 1947 terjadi pergolakan di wilayah Keresidenan Sumatra Barat, tepatnya di ibu kota Bukittinggi. Peristiwa Tiga Maret adalah sebuah upaya pemberontakan terhadap pemerintahan Republik Indonesia di Sumatra Barat pada masa Revolusi Nasional Indonesia oleh para militan Islam. Pemberontakan ini gagal dan para pemimpinnya ditangkap.
Pemberontakan ini dikomandoi Hizbullah Sjamsuddin Ahmad. Adapun tujuannya adalah untuk merebut kekuasaan dari pemerintah Republik serta menculik kepala pemerintahan saat itu, Muhammad Rasjid dan Komandan Militer Ismail Lengah. Kedua pemimpin telah disiagakan untuk pemberontakan seminggu sebelumnya dan dilindungi dengan baik, dan telah terlebih dahulu menghubungi ulama lokal untuk meyakinkan mereka agar tidak mengambil bagian dalam pemberontakan.
Karena pengetahuan sebelumnya, para pemimpin militer Republik telah menyusun rencana operasional yang mendikte kebijakan kekerasan minimal untuk mencegah kerugian.
Orang-orang Hizbullah dicegat dan dikepung, setelah hanya beberapa jam pertempuran ringan, milisi menyerah sebelum mencapai pusat Bukittinggi. Mereka dilucuti, dan beberapa pria yang berusaha melarikan diri dengan cara membaur dengan warga sipil tidak dikejar.
Akibat dari pemberontakan tersebut, para pemberontak yang ditangkap dipenjarakan, tetapi setelah beberapa hari mereka dibebaskan dan dipulangkan oleh pemerintah dengan membawa uang dan pakaian. Para pemimpin kudeta diadili, dengan dua pemimpin utama masing-masing dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan hukuman pembebasan bersyarat.
Pemimpin Masyumi Mohammad Natsir (yang berasal dari Sumatra Barat) melakukan perjalanan ke Bukittinggi memimpin delegasi Masyumi untuk menyelidiki insiden tersebut, menyimpulkan bahwa Partai Masyumi sendiri tidak terlibat dalam insiden tersebut, meskipun melibatkan sejumlah anggotanya.
Para pemimpin pemerintah pusat Indonesia mengubah sikap mereka terhadap Sumatra Barat setelah insiden tersebut. Pemerintah daerah memutuskan bahwa milisi Islam harus dimasukkan ke dalam struktur komando militer, dan mereka diintegrasikan dalam proses yang diselesaikan akhir tahun itu.