Elshinta.com - Dari yang nol hingga akhirnya mengerti keluh kesah disabilitas menjadi semangat dari Gusti Cahya Rizky Ramadhani dan Ayudya Maulida Anjani dua orang volunter mahasiswa disabel yang belajar di Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur.
“Sedih dan senang meski harus membagi waktu tapi ikhlas," ungkap Ayudya Maulida Anjani – FMIPA semester 6, seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, El-Aris.
Senangnya kita bisa ngobrol meski menggunakan bahasa dan cara yang berbeda dengan yang normal.
“Tentu saja komunikasi antara disabilitas tuna rungu atau tuli berbeda dengan yang tuna netra," jelasnya.
Apalagi bekerja sebagai volunter dikerjakan sembari kuliah dengan tugas yang tidak sedikit. “Kuncinya membagi waktu yang sangat penting,” tandasnya.
Lain halnya dengan Gusti Cahya Rizky Ramadhani, mahasiswa FTP punya pengalaman duka.
“Dukanya adalah harus ekstra sabar dan membagi waktu. Bayangkan kita kuliah sampai 12.30 kemudian mendampingi disabel pukul 12.50 itu kalau di kampus yang sama kalau harus ke kampus 2 UB di Dieng maka harus berpacu dengan waktu, belum lagi macet di jalan,” akunya.
Dan selama menjadi volunter kadang tugasnya dicurigai. “Masih ada di UB yang “tidak mengerti” keterbatasan disabilitas. Seperti saat ujian ada dosen pengawas yang dengan tegas menolak volunter untuk mendampingi disabilitas dengan alasan bermacam-macam yang nanti ngasih tahu jawaban ujian lah, padahal beda fakultas jelas beda mata kuliah yang diujikan,” tandasnya .