Elshinta.com - Ledakan dan kebakaran yang terjadi di Depo Pertamina Plumpang, Jumat (3/3/2024) telah banyak menelan kerugian. Kejadian seperti ini bukan yang pertama, pada tahun 2009 lalu kebakaran terjadi dan menewaskan satu orang petugas. Adapun tahun ini, dari data pertanggal 8 Maret 2023 jumlah korban mencapai 19 orang (meninggal dunia) dan 35 orang dalam perawatan di rumah sakit.
Jika diruntut ke belakang, tepatnya pada tahun 2007 Guru Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D. beserta perwakilan dari Pertamina telah melakukan analisis risk assesment di salah satu tangkinya di Depol Plumpang.
Rekomendasi yang disampaikan kepada pihak Pertamina saat itu adalah pembuatan bufer zone atau disediakan jarak yang cukup antara depo dengan permukiman warga.
Jika untuk jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax amannya berada di angka 50 meter, namun lebih baik berjarak 100 meter. Tambahannya kali yang berada di sekitar depo pun harus terpisah.
Guru besar yang juga Kepala Disaster Risk Decution Center (DRRC) UI pun menyampaikan saat ini yang harus dilakukan adalah melakukan investigasi terlebih dahulu terkait penyebab terjadinya ledakan dan kebakaran tersebut.
Yang pertama bukan mengetahui penyebab secara langsung, misalnya karena adanya gangguan teknis atau adanya sumber api. Akan tetapi harus diketahui mengapa kejadian tersebut dapat terjadi, sistem mana yang masih kurang atau perlu dilakukan improvisasi seperti apa.
Kemudian disampaikan juga harus diketahui mengapa ledakan dan kebakaran bisa terjadi. Misalkan jika ada gangguan teknis, mengapa hal itu terjadi dan apa penyebabnua.
Yang ketiga disampaikan harus juga diketahui penyebab langsung terjadinya ledakan dan kebakaran tersebut. Apakah ada hubungannya dengan perawatan yang kurang atau standar operasional prosedur yang perlu diimprovisasi bahkan kompetensi pelaksana di lapangan yang harus ditingkatkan
Perbaikan dari kasus kebakaran sebelumnya
Berkaca dari beberapa kasus kebakaran dan ledakan terdahulu, Prof. Fatma menyampaikan setiap kejadian memiliki penyebab yang berbeda. Mulai dari faktor alam (misalnya petir) sampai faktor manusia seperti kurangnya kompetensi.
Dari sini saja sudah bisa disimpulkan bahwa harus ada yang ditingkatkan. Sebagai contoh kejadian di Cilacap yang disebabkan adanya kebocoran yang tidak terdeteksi dengan segera. Sehingga kebocoran BBM tersebut mencapai area yang terdapat sumber api.
"Kebakaran dan ledakan ini bisa terjadi jika ada bahan bakar, kemudian sumber api dan tentunya oksigen yang ada di sekitar kita. Kalau ketiga faktor tersebut bertemu maka akan terjadi kebakaran dan ledakan. Tapi jika salah satunya tidak ada, misalnya saja ada BBM, ada kebocoran tetapi tidak ada sumber api atau jauh dari sumber api maka kebakaran dan ledakan tidak akan terjadi. Sementara untuk kejadian di tahun 2009 pada waktu itu disebabkan dari aspek security. Adapun untuk di Depo Plumpang kemarin kita belum tahu pasti apakah dari aspek safety atau keduanya," tutur Prof. Fatma Lestari seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Edi Suroso, Senin (13/3).
Guru Besar K3 FKM UI ini juga menjelaskan untuk kasus kebakaran dan ledakan di Depo Plumpang perlu assesment sistem perpipaan yang menyalurkan BBM dari laut, balongan atau kilang-kilang, dan sumber lainnya. Pipe link risk management atau manajemen risiko perpipaan perlu juga menjadi perhatian. Mengingat unsur yang satu ini juga dapat menambah risiko-risiko dari sebuah kebakaran dan ledakan.
Pandangan Depo Plumpang akan Dipindahkan ke Tanjung Priok
Saat meninjau lokasi kebakaran dan terdampak ledakan dari Depo Plumpang, Wakil Presiden RI, Ma'aruf Amin pada Sabtu (4/3/2023) menyampaikan bahwa depo perlu mendapatkan penataan kembali dan harus dilakukan dilakukan pemindahan ke daerah Pelabuhan Tanjung Priok.
"Saya berharap supaya depo ini lebih aman, itu bisa direlokasi di daerah pelabuhan, di daerah Pelindo" tutur Wapres saat melakukan jumpa pers di lokasi yang terdampak kebakaran.
Mengenai hal wacana tersebut, Prof. Fatma Lestari menyampaikan untuk objek vital sebesar Depo Pertamina diperlukan adanya kuantitatif risk assesment khusus untuk kebakaran dan ledakan. Termasuk juga apakah harus dipindahkan atau tidak itu semua harus dilakukan.
Hal tersebut juga akan memberikan pandangan sebarapa jauh dampak ketika terjadi ledakan dan kebakaran terhadap masyarakat atau lingkungan sekitar. Disampaikan juga bahwa meski sudah direlokasi potensi ledakan dan kebakaran masih mungkin terjadi.
Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara dibangun pada tahun 1972. Penggunaannya sendiri baru dilakukan pada tahun 1974. Bisa saja desain yang ditetapkan pada waktu itu sudah sangat berbeda dengan situasi di tahun 2023 ini.