Elshinta.com - Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengakui bahwa kasta dalam profesi guru bukan isapan jempol. Hal itu disampaikan Iman dalam paparannya berjudul `Kondisi Pendidikan Kita` dalam `Diskusi Pendidikan` yang digelar Prodi Pendidikan Sejarah, FIS-UNJ bekerjasama dengan Ikatan Alumni Pendidikan Sejarah & Anthropologi (IKASA) FIS UNJ, Rabu (15/3) lalu.
Menurut Iman, adanya kasta dalam profesi guru itu terlihat dari segi penghasilan, di mana dapat dikatakan guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah internasional yang memiliki pemasukan paling tinggi.
"Di bawahnya baru ada guru ASN, itu juga dibagi lagi stratanya berdasarkan besarnya tunjangan dari pemerintah daerahnya," ungkap Iman.
Untuk itu, menurut Iman, Pemerintah harusnya fokus pada penuntasan kesejahteraan minimum di lapangan yang dibawah rata-rata penghasilan layak. "Kami di P2G menyuarakan upah minimum guru.” tegasnya.
Sementara, Dosen Prodi Pendidikan Sejarah Nuraini Marta, M.Hum dalam paparan presentasinya yang berjudul “Profesi Guru dan Nasib Guru Honor” menjelaskan, sebagai profesi, profesi guru harus diserahkan kepada para profesional, atau orang yg ahli di bidangnya.
"Jadi tidak bisa diberikan kepada sembarang orang,” katanya.
Dijelaskan Nuraini, guru pada pelaksanaan tugasnya, bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi benar-benar mendesain pembelajaran. Dan dalam mendesain pembelajaran perlu mempertimbangkan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar yang bermakna bagi peserta didik.
Sementara, pembicara lain dalam diskusi tersebut yakni Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim berbagi pandangan terkait kepentingan guru. Menurutnya, bagaimana guru atau organisasi profesi guru memiliki imajinasi tentang bagaimana kedudukan guru, termasuk kesejahteraan guru.
"Karena menjadi sejahtera itu bukan kejahatan. Lalu, organisasi guru perlu melakukan advokasi yang serius apabila ada ketidakadilan maupun diskriminasi terhadap guru,” ujarnya.
Sedangkan Budayawan, Shobierinnurasyid mengangkat tokoh wayang Drona dalam membahas soal guru. Shobirienur menggambarkan bagaimana perjalanan karier Drona (Durna) dengan pencapaian dan keberhasilan mendidik guru hari ini.