Elshinta.com - Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumi-hangusan Kota Bandung untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Awal terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api pada 23 Maret 1946.
Bandung Lautan Api menjadi salah satu peristiwa heroik terbesar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga Penyebab terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api
Melansir kompas.com, pada 12 Oktober 1945, pasukan Inggris dari Brigade MacDonald tiba di Bandung. Mereka ingin menguasai kota ini untuk dijadikan markas strategis militer. Mereka menuntut agar semua senjata api yang dirampas dari tentara Belanda, dikembalikan.
Selain itu, tawanan Belanda yang baru saja dibebaskan kembali berulah dan melakukan tindakan yang mengganggu keamanan. Akibatnya, terjadilah bentrokan bersenjata antara Inggris dan tentara Indonesia.
Tiga hari kemudian, MacDonald memberi ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, agar wilayah Bandung Utara segera dikosongkan. Ultimatum pertama membagi Bandung menjadi dua, Bandung Utara sebagai tempat kekuasaan Sekutu dan Bandung Selatan masih dikuasai Pemerintah Indonesia.
Setelah ultimatum dikeluarkan, terjadi pertempuran secara sporadis di berbagai daerah. Sekutu yang mulai terdesak, kembali mengeluarkan ultimatum kedua. Agar selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946 pukul 24.00, pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung sejauh 10 hingga 11 kilometer dari pusat kota.
Ultimatum tersebut membuat tentara Indonesia mulai mengatur strategi. Ketidakseimbangan jumlah tentara Indonesia dan sekutu, membuat tentara Indonesia merancang operasi "Bumi Hangus". Kolonel Abdul Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI memerintahkan untuk mengevakuasi warga menuju tempat yang lebih aman.
Setelah penduduk meninggalkan kota, segera dilangsungkan operasi "Bumi Hangus", dengan membakar bangunan rumah atau gedung di Bandung. Dalam sekejap, seluruh kota Bandung diselimuti gelapnya asap dan pemadaman listrik. Kondisi tersebut dimanfaatkan tentara Indonesia untuk menyerang NICA secara gerilya.