Berkah Ramadan, pesanan sarung tenun Goyor di Desa Pacul, Tegal meningkat
Elshinta.com, Sebagian besar produk tekstil saat ini diproduksi menggunakan mesin modern. Namun, saat ini masih ada perajin kain tradisional yang tetap setia menggunakan mesin manual. Salah satunya adalah Sarung Goyor Allwani di Kecamatan Talang.

Elshinta.com - Sebagian besar produk tekstil saat ini diproduksi menggunakan mesin modern. Namun, saat ini masih ada perajin kain tradisional yang tetap setia menggunakan mesin manual. Salah satunya adalah Sarung Goyor Allwani di Kecamatan Talang. Meski diproduksi secara manual Sarung Goyor dari Tegal masih banyak diminati, bahkan oleh masyarakat internasional.
Ramadan ini menjadi berkah bagi perajin sarung tenun Goyor di Desa Pacul. Meski harganya relatif lebih mahal dari sarung pabrikan, permintaan sarung yang diproduksi dengan alat tradisional ini mengalami kenaikan.
Sarung Goyor sendiri diproduksi oleh sejumlah perajin rumahan salah satunya di Kecamatan Talang, Desa Pacul yang terletak sekitar 6 kilometer dari pusat pemerintahan Kota Tegal tersebut dikenal sebagai sentra kerajinan Sarung Goyor.
Saat ini, meski banyak kain sarung yang diproduksi menggunakan mesin modern, Mutoharoh selaku produsen tetap setia menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk memproduksi kain sarung. Mutoharoh setia menggunakan ATBM karena usaha tersebut merupakan usaha turun temurun.
"Ya, usaha tersebut merupakan usaha warisan kedua orang tua" ujar Mutoharoh seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hari Nurdiansyah, Senin (10/4).
Meski hanya diproduksi dengan ATBM, produk Sarung Goyor masih diminati oleh masyarakat mancanegara. Khususnya warga negara Timur Tengah dan Afrika. Sebagai salah satu produk Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) tersebut selama ini memang menjadi salah satu unggulan Daerah Tegal. Produknya pun sudah diekspor ke Timur Tengah.
“Untuk produksi kain Sarung Goyor, saya dibantu sekitar 40 mitra usaha. Jadi, produksinya bisa dilakukan di rumah masing-masing,” ungkap Mutoharoh.
Selama ini, lanjutnya, bahan baku berupa benang rayon bisa dibawa ke rumah masing-masing warga. Khususnya untuk proses penggulungan benang maupun penenunan. Untuk bahan baku benang sendiri, Mutoharoh mengaku tidak ada masalah.
Dengan ATBM, selama ini karyawannya bisa menyelesaikan satu buah sarung setiap harinya, bahkan lebih. Tiap perajin, mendapatkan imbalan ongkos tenaga sebesar Rp40.000 hingga Rp50.000 per satu kain sarung.
Diakui Mutoharoh, produk Sarung Goyor masih banyak diminati karena memiliki keunikan. Yakni, jika musim dingin sarung terasa hangat, tapi saat musim panas sarung terasa dingin. Keunikan itulah yang menjadikan Sarung Goyor produksi Kecamatan Talang, Tegal masih diminati.
Disinggung soal harga sendiri, Motoharoh mengaku sebagai produk tradisional menggunakan ATBM, satu buah Sarung Goyor sedikit agak murah. Pasalnya, dari perajin seperti dirinya, satu sarung hanya dihargai Rp150.000 hingga Rp170.000. Selama ini, dirinya bisa mengirim 300 potong sarung ke “buyer” di Kota Tegal yang kemudian mengekspornya ke luar negeri.
“Hanya saja, saat ini produksi Sarung Goyor tengah lesu. Kondisi tersebut mulai terjadi sejak tahun 2019 lalu. Lesunya permintaan sarung dari Timur Tengah terjadi sejak merebaknya isu “Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) beberapa waktu lalu. Karena permintaan turun, otomatis juga menyebabkan produksi kain sarung juga ikut turun," ujarnya.