Elshinta.com - Sosok yang satu ini dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam perjalanan sejarah kepemimpinan di Indonesia: Soeharto. Pria kelahiran 8 Juni 1921, di Kemusuk, Yogyakarta, itu berasal dari keluarga petani. Orangtuanya adalah Kertosudiro dan Sukirah.
Keluarganya termasuk kurang beruntung secara ekonomi. Saat menghadapi masalah ekonomi yang sulit, Soeharto yang kala itu baru berusia 40 hari terpaksa dititipkan kepada kakak perempuan Kertosudiro.
Semasa kecilnya, Soeharto berpindah-pindah tempat tinggal. Menumpang di tempat saudaranya. Namun, ia memiliki minat yang kuat pada Pendidikan. Tak heran, pada 1941, dia terpilih sebagai prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah.
Dengan ketekunan dan semangat pantang menyerah dalam belajar, pada 5 Oktober 1945, Soeharto resmi menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Berkarier di dunia militer, Soeharto menempati sejumlah jabatan penting, seperti berpangkat Sersan Tentara KNIL, Komandan PETA, Komandan resimen dengan pangkat Mayor, hingga menjadi Komandan Batalyon dengan berpangkat Letnan Kolonel.
Siapa sangka, takdir mengantarkannya menjadi Presiden terlama yang memimpin Indonesia, yakni 32 tahun. Sebelum menjadi Presiden, Soeharto merupakan pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhirnya Mayor Jenderal.
Di dunia Internasional, khususnya di Dunia Barat, Soeharto sangat populer dengan julukan "The Smiling General" atau "Sang Jenderal yang Tersenyum". Hal itu dikarenakan raut muka Soeharto yang tampak selalu tersenyum. Meski begitu, ia juga sering disebut sebagai diktator.
Pada 26 Desember 1947-an, Soeharto menikah dengan seorang wanita anak pegawai Mangkunegaran di Solo bernama Siti Hartinah. Dari hasil pernikahannya itu, mereka dikaruniai enam putra dan putri, yaitu Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Di masanya, ia sempat menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman dan Panglima Mandala (Pembebasan Irian Barat). Soeharto juga memimpin pasukan untuk merebut kembali Yogyakarta yang sempat dikuasai Belanda pada 1949.
Pasca terjadinya pemberontakan Gerakan 30 September atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI, situasi Indonesia pun memanas. Untuk meredam situasi yang tengah memanas itu, MPRS pun melakukan sidang istimewa pada Maret 1967.
Dalam sidang itu, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat Presiden. Setahun kemudian atau tepatnya pada Maret 1968, ia resmi menjabat sebagai Presiden kedua Indonesia.
Menjabat sebagai presiden hingga 32 tahun lamanya, Soeharto pun dianggap berhasil dalam menjaga stabilitas negara hingga membuatnya dijuluki sebagai 'Bapak Pembangunan'. Namun stabilitas yang selama itu digaungkan pun akhirnya goyah, seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi pada 1998-an. Krisis itu menjadi titik awal dituntutnya Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
Tuntutan itu melahirkan aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa hingga pada akhirnya menyebabkan kerusuhan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan daerah lainnya di Indonesia. Mahasiswa menuntut Soeharto untuk segera lengser dari kekuasaannya.
Semakin memanasnya krisis yang terjadi kala itu juga memicu terjadinya tragedi berdarah. Salah satu yang terkenal dan menjadi catatan kelam sejarah Indonesia hingga saat ini adalah 'Tragedi Trisakti'.
Pada Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto akhirnya melepaskan jabatannya sebagai Presiden. Peristiwa saat Presiden Soeharto lengser dari jabatannya pun juga menjadi momen lahirnya 'Hari Reformasi'.
Seiring berjalannya waktu, kesehatan Soeharto pun menurun. Setelah menjalani perawatan selama 24 hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. Soeharto dinyatakan meninggal dunia pada Minggu, 27 Januari 2006, pukul 13.10 WIB dalam usia 87 tahun. Ia dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.
Sumber : Elshinta.Com