Hegemoni budaya konsumen digital belanja di media online dalam balutan Harbolnas kritik pemikiran Antonio Gramsci
Elshinta.com, Hegemoni budaya konsumen digital belanja di media online dalam balutan Harbolnas kritik pemikiran Antonio Gramsci
Gambar 2. Top Skor Rating Marketplace di Media Online. Sumber: Top Marketplace di Indonesia, Q3 2019 . https://iprice.co.id/insights/mapofmarketplace/Elshinta.com - Ideologi hegemoni terlahir melalui kelas atas yang umum disebut kelas borjuis, idealnya seperti sekarang, budaya konsumen digital yang sering belanja online dikusai kelas atas yang gemar belanja di media online dengan beragam tampilan iklan yang memuka. Biasanya dibalut dalam hari tertentu atau yang viral disebut Harbolnas (Hari belanja online nasional). Kesenjangan yang terjadi di dalam media online terlihat dalam seringnya kunjungan dan jenis barang belanjaan para konsumen digital, baik bermerk, harga dan menghegemoni di kelompoknya.
Hegemoni budaya konsumen digital belanja di media online dalam balutan Harbolnas mengacu pada dominasi dan pengaruh yang dimiliki oleh platform belanja online dalam membentuk pola pikir dan perilaku konsumen di era digital. Harbolnas merupakan tren di kalangan media belanja online disebut sebagai Harbolnas "Hari Belanja Online Nasional" yang diadakan setiap awal, tengah dan akhir tahun di Indonesia didominasi tanggal cantik.
Konsep hegemoni budaya merujuk pada kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok dominan dalam masyarakat konsumen digital untuk mengendalikan nilai-nilai, norma, dan pandangan dunia yang diterima oleh mayoritas. Dalam konteks ini, media online dan platform belanja online memiliki peran yang signifikan dalam membentuk cara pandang dan preferensi konsumen digital.
Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) merupakan upaya kalangan konsumen digital kelas menengah untuk mendorong dan mengajak dengan cara diskon besar-besaran yang dikemas sedemikian mungkin agar kemudahan berbelanja di media online. Harbolnas dicetuskan pertama kali di tahun 2012 oleh perusahaan marketplace di Indonesia yang sudah dikenal oleh masyarakat. Perusahaan Marketplace yang berkolaburasi yaitu Lazada, Zalora, Blanja, PinkEmma, Berrybenka, dan Bukalapak. Setelah sukses menggelar 9 kali Hari Belanja Online Nasional pada tahun 2012 hingga tahun 2020, Hari Belanja Online Nasional Kembali digelar pada tanggal 12 Desember 2021 hingga saat ini di tahun 2023. Strategi tersebut yang terlihat mampu menghegemoni konsumen digital dijadikan sebagai tonggak dalam balutan Harbolnas.
Budaya konsumen digital dikuasai kaum intelektual, yang dimaksud dengan kaum intelektual menurut gramasci ialah orang yang menguasai bidangnya masing masing, sama hal nya dengan konsumen digital memainkan perannya dalam belanja di media online, memahami dunianya melalui versinya, sesuai perspektifnya. Mampu menghagemoni yang dibalut dalam diskon di hari Harbolnas
Media dan komunikasi berada dalam balutan hagemoni budaya yang mampu mengubah semua tatanan yang ada dalam jaringan media dan komunikasi secara online. Seyogyanya media dan komunikasi yang dilakukan konsumen digital sebagai sarana informasi kini telah bergeser perlahan dan cepat. Media online seperti Instagram, Tiktok, Shopee, Lazada, Tokopedia dan lainnya kini dibanjiri iklan-iklan yang tampil dalam setiap saat setiap waktu tanpa mengenal lelah. Iklan tampil dengan mengadopsi algoritma yang digunakan dalam aplikasi media online. Semakin sering kita mengakses akun di media online milik kita maka perkalian algoritmanya 2n+22, dalam artian setiap kita membuka akun media online milik kita dan apa yang sering kita buka maka akan terkait dengan 7 kriteria instrumen perhitungan dalam kinerja algoritma media online. Postingan feed yang ditampilkan, di antaranya hubungan (relationship), ketertarikan (interest), ketetapan waktu (timeliness).
Antonio Gramsci memperkenalkan konsep hegemoni budaya, konsep budaya tersebut melalui media online yang disebut sebagai budaya konsumen digital. Menurutnya, kelompok dominan dapat mempertahankan kekuasaan mereka melalui dominasi budaya, di mana mereka menciptakan konsensus dalam masyarakat dengan mengendalikan produksi dan distribusi budaya. Dalam kaitannya dengan kritik pemikiran Antonio Gramsci, beberapa poin kritik yang dapat diajukan terkait hegemoni budaya konsumen digital belanja di media online dalam konteks Harbolnas adalah sebagai berikut:
- Komodifikasi Budaya: Dalam sistem ekonomi yang didorong oleh platform belanja online, budaya sering kali dikomodifikasi menjadi barang atau produk yang dapat dijual. Hal ini mengarah pada hilangnya nilai-nilai budaya yang sebenarnya, ketika budaya diubah menjadi barang konsumsi semata.
- Dominasi Kelompok Tertentu: Platform belanja online sering kali dikuasai oleh perusahaan besar yang memiliki kekuatan finansial dan teknologi yang besar. Hal ini mengarah pada dominasi dan kontrol yang lebih besar oleh kelompok-kelompok tersebut dalam menentukan produk apa yang tersedia, cara pemasaran, dan preferensi yang dibangun.
- Manipulasi dan Pengaruh: Melalui praktik periklanan dan strategi pemasaran yang canggih, platform belanja online memiliki kemampuan untuk memanipulasi persepsi konsumen dan mengarahkan preferensi mereka. Konsumen sering kali terpapar oleh iklan yang ditargetkan secara personal, yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
- Homogenisasi Budaya: Dalam era digital, akses terhadap berbagai produk dari seluruh dunia menjadi lebih mudah. Namun, pada saat yang sama, hal ini juga berpotensi mengarah pada homogenisasi budaya di mana preferensi konsumen menjadi seragam dan variasi lokal atau keberagaman budaya terabaikan.
- Ketimpangan Akses: Meskipun ada peningkatan kemudahan dalam berbelanja secara online, ketimpangan akses ke teknologi dan internet masih merupakan masalah yang signifikan di banyak negara. Hal ini dapat menghasilkan ketidaksetaraan dalam akses ke berbagai produk dan kesempatan belanja online
Revolusi industri 4.0 yang terjadi di era endemi tahun 2023 kini telah mengubah budaya konsumen digital dalam berbelanja di media online. Ragam marketplace di media online bertaburan menjanjikan murah, mudah, dan kenyamanan. Kelas yang menguasai kelas yang lain dengan cara yang lembut. Hagemoni dilakukan dengan cara yang lembut dengan mengajak, membujuk serta merayu konsumen digital untuk meningkatkan belanja di media online. Cara hidupmu terbentuk sesuai yang diinginkan kelas penguasa, awalnya mungkin dipaksa namun bisa masuk kedalam media online dan terhegemoni ini benar dan ini yang salah. Terhegemoni ditandai ketidakbebasan, tanpa sadar kita disetir, diawasi, dominasi, lalu tahap demi tahap terlewati. Hegemoni terdiri atas 3 level seperti gambar di bawah ini. 
Gambar 1. Ideology Hagemoni Gramsci.Sumber:https://www.youtube.com/watch?v=HDHXENjkvMw&t=1023s, Channel youtube Dr.Fahrudin Faiz
Iklan bertaburan bagian dari hegemoni dibalut dan dikemas dalam belanja di media online untuk konsumen digital di berbagai Media dan komunikasi yang digunakan saat ini terhubung oleh jaringan internet. (Fuchs, 2012). Budaya konsumen digital tanpa disadari telah menghegemoni dengan cara melihat rating yang ada di media online, rating yang diberikan para konsumen digital terus mewarnai dan menaikkan nilai skor setiap toko di media online. Halbolnas yang disajikan dan mampu menghegemoni para konsumen digital dalam menambah laju pertumbuhan dan perkembangan di media online. Hagemoni mampu menaikkan dan menurunkan rating media online setiap saat dan setiap waktu. Terlihat dalam Top Rating di marketplace di media online Indonesia.
Hagemoni budaya konsumen digital terlihat dalam top skor rating marketplace yang disajikan di media online, belanja di media online tertinggi terlihat dalam acara yang dikolaburasikan antarmarketplace di sebut Harbolnas. Budaya konsumen digital di media online mampu menghegemoni pengunjung Marketplace di media online yang dikemas dalam balutan Harbolnas (Hari belanja online nasional). Urutan rating top skor dikuasai kelas penguasa atau pemilik media yang mampu menghegemoni pengunjung konsumen digital di media online dalam balutan “Harbolnas” Hari Belanja Online Nasional.
Rayung Wulan
Mahasiswa Doktoral Ilmu Komunikasi & Teknologi Informasi,
Universitas SAHID Jakarta




