Pergerakan tanah di Desa Cikaracak, Majalengka, 35 rumah dan puluhan KK terancam
Telah terjadi pergerakan tanah di Desa Cikaracak, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang mengancam 35 rumah dan puluhan kepala keluarga (KK), pergerakan tanah terjadi akibat diguyur hujan selama 5 jam.

Elshinta.com - Telah terjadi pergerakan tanah di Desa Cikaracak, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang mengancam 35 rumah dan puluhan kepala keluarga (KK), pergerakan tanah terjadi akibat diguyur hujan selama 5 jam.
Pergerakan tanah yang terjadi akibat hujan pada hari Senin (4/11), merupakan pergerakan tanah susulan yang sebelumnya pernah terjadi pada bulan Maret 2023.
"Pergerakan tanah di Desa Cikkaracak pertama terjadi pada bulan Maret 2023 lalu. Terbaru, pergerakan tanah susulan di daerah tersebut kembali terjadi, setelah diguyur hujan pada hari Selasa kemarin sekitar 5 jam yang mengakibatkan bertambah luasnya area longsoran dan bertambah dekatnya jarak longsoran kepada pemukiman," kata Penata Penanggulangan Bencana Ahli Muda BPBD Majalengka, Rezza Permana saat dikonfirmasi, Selasa (5/11).
Rezza juga menambahkan, akibat Pergerakan tanah yang terjadi pertama kali pada Maret 2023 lalu. Telah menyebabkan hilangnya jalan sepanjang 40 meter dn jalan penghubung desa ambles.
"Pergerakan awal terjadi pada 29 Maret sampai 1 April 2023. Itu pada periode 29 Maret sampai 1 April, dan terjadi terus menerus. Salah satu dampaknya jalan penghubung desa amblas," katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Enok Carsinah, Rabu (6/12).
Delapan bulan kemudian, lanjut dia, peristiwa serupa kembali terjadi. Sama seperti kejadian pertama, pergerakan tanah yang terjadi kemarin masuk dalam kategori besar.
"Pergerakan tanah ini terjadi di bawah, nah di atasnya itu ada 35 rumah. Dan akibat pergerakan tanah itu, rumah-rumah yang ada di atasnya retak-retak di bagian terasnya," tutur Reza.
Kendati pergerakan tanah berdampak pada retakan di teras puluhan rumah warga, tetapi mereka diketahui masih belum pindah.
Sementara untuk mengantisipasi adanya korban ketika kembali terjadi pergerakan tanah, Reza menjelaskan BPBD sudah memasang alat peringatan dini manual. Setidaknya ada tiga titik yang dipasang peringatan dini manual itu.
"Idealnya, untuk peringatan dini itu ada yang namanya EWS (Early Warning System). Tapi karena kami tidak punya, akhirnya bikin secara manual," katanya.
"Kami gunakan kaleng bekas yang dirakit sedemikian rupa. Sehingga ketika ada pergerakan tanah, kaleng itu bisa berbunyi, jadi penanda, dan warga bisa melakukan tindakan," sambung Reza.
Di Kabupaten Majalengka sendiri, kata Rezza pernah dipasang EWS di lima titik yang dianggap rawan bencana. Namun, saat ini hanya ada dua titik yang kabarnya masih berfungsi.
"Yang masih ada itu di Desa Cibeureum (Kecamatan Talaga), dan Desa Jerukleueut (Kecamatan Sindangwangi). Itu dipasang pada 2019 oleh BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi) Yogyakarta. Yang tiga titik sudah rusak," katanya.
Masih dijelaskan Rezza, sebelumnya, pascakejadian pada Maret lalu, Tim Geologi dari Bandung langsung melakukan penelitian di lokasi. Dari penelitian itu diketahui ada beberapa hal yang memicu terjadinya pergerakan tanah tersebut.
"Dari kejadian pertama, Tim Geologi melakukan penelitian. Hasilnya kejadian (pergerakan tanah) itu dipicu empat hal," kata Reza.
Pertama, kemiringan yang curam, kemudian jenis tanah di lokasi terdiri dari batuan lunak yang gampang longsor, lalu sistem drainase yang kurang tertata baik, dan minimnya vegetasi yang berakar kuat.
Temuan dari tim tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah setempat, baik pemerintah kecamatan maupun pemerintah desa.
"Dari penelitian itu, melihat pemicunya apa, ada juga rekomendasi yang diberikan. Misalnya tentang drainase, ya rekomendasinya segera diperbaiki," tuturnya.
Selain di Desa Cikaracak, kata Reza, masih banyak daerah yang masuk kategori rawan pergerakan tanah. Bahkan, hampir sebagian besar daerah di Majalengka Selatan masuk daerah berpotensi terjadi pergerakan tanah.
"Dari Majalengka tengah ke selatan itu potensinya ada. Kami petakan, yang masuk zona merah, artinya tingkat kerawanannya tinggi, itu sangat besar. Lebih besar dari zona kuning," ujarnya.
Reza mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan mengikuti rekomendasi dari tim ahli. "Perbaiki drainase, giatkan lagi menanam. Itu salah satu yang bisa dilakukan oleh masyarakat," tuturnya.
"Untuk yang di Cikaracak, besok kami akan rapat dengan Muspika setempat. Untuk kemudian menentukan apa yang harus dilakukan," kata Reza.