Ini alasan APDESI perjuangkan masa jabatan kades harus 8 tahun
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menjadi Undang-Undang (UU) Desa, pada Kamis (28/3).

Elshinta.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menjadi Undang-Undang (UU) Desa, pada Kamis (28/3).
Salah satu poin penting dari UU Desa adalah, DPR sepakat mengubah masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 tahun, dan dapat dipilih paling banyak untuk 2 kali masa jabatan.
Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Periode 2021-2026 Surta Wijaya menjelaskan perpanjangan masa jabatan kepada desa merupakan aspirasi dari para kepala desa.
"Pertimbangannya kalau (masa jabatan) 6 tahun (kepala desa) kurang bisa menangani polarisasi yang terjadi setelah pilkades," ujar Surta.
Surta mengklaim, bila usai pemilihan kepala desa biasanya terjadi perpecahan di antara para pendukung kepala desa yang sangat tajam, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengatasi polarisasi di tingkat akar rumput, dan itu mengakibatkan kesinambungan pembangunan desa menjadi terputus.
"Kepala desa harus bisa menyatukan warga desa agar bisa bersama-sama membangun desa, dan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. tetapi kita tetap berupaya keras," tambah Surta.
Surta mengaku, kalau pun kepala desa bisa mengakurkan warga pasti tidak 100 persen, padahal masa jabatan kepala desa juga sudah habis.
"Perpecahan yang terjadi tidak sampai menjegal program, tetapi kondisi perpecahan itu membuat tidak nyaman. Memang, tidak sampai ribut fisik, tetapi kan tidak enak juga diem-dieman. Kalau (masa jabatan kepala desa) 8 tahun, kita bisa memaksimalkan waktu untuk membuat suasana di masyarakat kondusif," ungkap Surta. (Ahs)