Ramai ajukan 'Amicus Curiae' jelang putusan MK, ini kata Pakar
Hakim Konstitusi Periode tahun 2003-2006, Dr. Maruarar Siahaan, S.H., M.H mengatakan di negara-negara demokatis kewajiban para hakim untuk menggali rasa keadilan yang hidup di masyarakat.

Elshinta.com - Hakim Konstitusi Periode tahun 2003-2006, Dr. Maruarar Siahaan, S.H., M.H mengatakan di negara-negara demokatis kewajiban para hakim untuk menggali rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Peradilan harus demokratis dalam arti semua pihak ketika ada proses perkara yang menyangkut kepentingan umum. Menurutnya sengketa pemilu presiden adalah kepentingan seluruh bangsa yang harus ditegakkan secara demokratis dan dikawal oleh hukum.
"Amitus curiae artinya sahabat pengadilan, jadi rasa keadilan yang hidup di masyarakat memiliki suatu peran atau setiap rakyat berhak menyampaikan pandangannya. Hakim harus menggali keadilan yang hidup di masyarakat dan memberikan kesempatan masyarakat atau rakyat untuk turut mempengaruhi keadilan berdasarkan pengalaman empirik mereka," jelas Maruarar dalam wawancara di Radio Elshinta Rabu (17/4).
Menanggapi amicus curiae yang diajukan Presiden ke 5 Megawati Sukarno Putri, Maruarar mengatakan amicus curiae yang diajukannya adalah suatu yang unik karena Megawati juga merupakan Ketum PDIP yang mengajukan paslon no urut 3 dalam Pemilu Presiden 2024.
"Kita mungkin akan melihat dari sisi tekanan yang dirasakan Megawati, seseorang yang keluar dari penindasan semasa Orde Baru dan berhasil melewatinya, maka itu mungkin akan dicari dalam proses persidangan MK apakah ada data atau tekanan yang dirasakan paslon no 3 yang terlihat oleh Megawati namun tidak terungkap di persidangan," ujarnya
Maruarar menjelaskan proses persidangan Mahkamah Konstitusi harus independen dan tidak boleh ada tekanan. Independen artnya bebas dari pengaruh siapapun yang memberikan pendapat atau amitus curiae, secara adil atau imparsial tidak memihak Hakim Mahkamah Konstitusi bisa saja menerima atau tidak menggunakannya saat mengambil keputusan.
"Tetapi jika tidak relevan, tidak ada indikasi atau alat bukti dalam amicus curie, ya tidak ada salahnya jika MK tidak mempertimbangkannya. Tetapi tidak ada salahnya amicus curiae sebagai suatu seruan moral agar peran MK independen,"tegasnya.
Pendapat yang sama disampaikan Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta dalam wawancara di Radio Elshinta Rabu sore mengatakan amicus curiae merupakan bagian dari proses pratisipasi publik terhadap proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya prosesnya amicus curiae bisa mempengaruhi MK asalkan memenuhi sejumlah syarat.
"Kalau kita perhatikan dari sisi prosesnya, amicus curiae potensial mempengaruhi, syaratnya pertama informasi yang diberikan dinilai secara substantif bisa memberikan penjelasan atau menambah keterangan. kedua, amicus curiae ini langsung diserahkan ke MK, hampir sama dengan fakta peradilan seperti yang disampaikan pemohon, saksi, saksi ahli dan pemberi keterangan baik tertulis maupun lisan di peradilan, yang ketiga adalah ini merupakan bagian partisipasi publik terhadap proses peradilan," ujar Kaka Suminta yang juga mengajukan amicus curiae bersama Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia.
Selanjutnya Kaka menjelaskan mekanisme di MK, amicus curiae akan terdistribusi ke para hakim MK dengan notasi-notsi yang telah disiapkan panitera, informasi apa yang diberikan sahabat peradilan. Menurutnya Pemohon 01 dan 03 lebih menekankan pada substansi atau kualitatif tidak beradu data tentang perolehan suara. Ini akan menjadi tantangan MK yang akan memutus tidak hanya berdasarkan data hasil tetapi akan melihat substansi sehingga amicus curiae akan memperkaya sebelum hakim MK mengambil keputusan. Ini jauh lebih sulit dari pilpres 2019 yang masih adu data.
"Saya pikir positif saja para pihak yang menyampaikan informasi sebagai sahabat peradilan, apakah pihak yang menyampaikan adalah bagian dari pihak yang bersengketa atau tidak tentu para hakim memiliki parameter. Apapun yang diputuskan majelis hakim kita hormati dan apapun hasilnya ada konsekuensinya. Ini proses yang cukup beradab dan berbudaya, sebagai bangsa yang berbudaya kita belajar untuk terus secara runut mengikuti proses dan menghormati prosesnya," ucap Kaka Suminta. (Nak)