Peradaban Kerajaan Sriwijaya jadi jembatan moderasi beragama di Sumatera Selatan
Banyak hal yang bisa dibangun dari kearifan lokal yang telah tersemai sejak lama di bumi Sriwijaya.\\r\\nBudaya memiliki peran paling penting, baik untuk mendorong ekonomi lokal maupun penetrasi suatu budaya.
Diskusi Moderasi Beragama Goes to Campus, di Universitas Sriwijaya, Rabu (08/05/24). (foto: Litbang Kemenag)Elshinta.com - Kejayaan kerajaan Sriwijaya di Kota Palembang yang memiliki kekuasaan hingga Madagaskar dan jauh lebih besar dari Nusantara, adalah bukti bahwa inklusivisme telah disemai sejak dahulu di Kota Palembang. demikian dikatakan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Prof Suyitno.
Kementerian Agama menangkap, Kota Palembang dengan segala kekhasannya ternyata memiliki banyak sekali kearifan lokal yang berpotensi mengangkat ekonomi lokal.
"Banyak hal yang bisa dibangun dari kearifan lokal yang telah tersemai sejak lama di bumi Sriwijaya ini. Contohnya, adalah makanan khas masyarakat Wong Kito yakni Pempek telah dikenal luas hingga mancanegara dan menjadi kelebihan bagi Sumatera Selatan," kata Prof. Suyitno, di hadapan peserta Diskusi Moderasi Beragama Goes to Campus, di Universitas Sriwijaya, Rabu (08/05/24).
“Pempek menjadi investasi ekonomi dunia yang akan memberikan dampak serius jika dibuat internasional. From local to global, dengan bentuk local food tetapi bisa menjadi makanan internasional,” ujarnya dalam acara yang mengusung tema ‘Kearifan Budaya Lokal Perkuat Perekonomian Umat’ ini."
Lebih lanjut, Suyitno mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa menjadi bangsa yang besar tanpa anasir-anasir suku, bangsa, bahasa, dan budaya.
Dari kompenen tersebut, budaya memiliki peran paling penting, baik untuk mendorong ekonomi lokal maupun penetrasi suatu budaya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, instrumen moderasi beragama bisa menjembatani, karena di antara ekosistem moderasi beragama, salah satunya bicara soal ekonomi.
“Kita bisa mengangkat beberapa potensi kearifan lokal, terutama dikontekstualisasi dengan persoalan ekonomi. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi zakat yang besar. Kedua hal itu bisa dianggap sebagai sebuah potensi untuk pemberdayaan ekonomi umat. Maka Baznas perlu menjadi pendamping untuk memperkuat pergerakan ekonomi tersebut,” tandas Suyitno.
Oleh karena itu, warga Sumsel harus bangga karena memiliki kehidupan yang heterogen tetapi tetap rukun. “Hampir setiap suku bangsa ada di Sumsel, bahkan terdapat sekitar 40 bahasa daerah yang dituturkan,” ungkap Suyitno.
Universitas Sriwijaya menjadi Kampus Pertama di Luar Pulau Jawa yang menjadi lokasi menguatkan Moderasi Beragama, di kalangan Kampus.
Dipilihnya UNSRI oleh Kemenag menjadi kebanggan tersendiri bagi pihak Kampus. Kegiatan yang diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kemenag, dihadiri juga oleh Direktur Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unsri Husni Thamrin, Ketua FKUB Prov. Sumsel K.H. Mal’an Abdullah, serta Dekan FISIP Universitas Sriwijaya Al Fitri. *




