Mantan pranoto coro bikin Blangkon Panjalu Kediri filosofi Sri Aji Jayabaya
Supari mengaku awalnya ia tidak memiliki kemampuan dasar untuk membuat karya seni blangkon. Namun, ia kemudian belajar secara otodidak dan akhirnya berhasil. Berkat ketelatenanya tersebut kini Supari bisa membuka usaha sendiri. Ia pun memberi nama usaha rintisnya yang sudah berjalan selama 4 tahun itu Supari Blangkon.

Elshinta.com - Supari mengaku awalnya ia tidak memiliki kemampuan dasar untuk membuat karya seni blangkon. Namun, ia kemudian belajar secara otodidak dan akhirnya berhasil. Berkat ketelatenanya tersebut kini Supari bisa membuka usaha sendiri. Ia pun memberi nama usaha rintisnya yang sudah berjalan selama 4 tahun itu Supari Blangkon.
Supari Blangkon menerima pesanan berbagai motif dan model. Diantaranya Blangkon Jogja, Blangkon Solo, Blangkon Jawa Timuran dan Blangkon Kediri.
"Awal mula saya dapat membuat blangkon secara otodidak. Saat itu aku berprofesi sebagai Pranoto Coro (MC pengantin). Aku beli blangkon di Solo secara online tetapi nggak pernah cocok. Akhirnya blangkon yang saya beli itu saya bongkar saya pelajari. Akhirnya saya bisa membuat blangkon sendiri," terang pria yang hanya mengenyam pendidikan di bangku SMP tersebut, Kamis (16/5).
Semula ia mempelajari membuat blangkon Jogja dan Solo. Dan kini Supari sudah mampu membuat blangkon khas Kediri yang ia beri nama blangkon Panjalu.
"Ciptaan saya sendiri saya beri nama Blangkon Panjalu. Filsofi tentang Kediri saya ambil perjalanan Sri Aji Jayabaya mencapai kesempurnaan ditandai dengan muksa (bertapa). Itu aku tulis di blangkon sebagai filosofi itu," ceritanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Fendi Lesmana.
Bahan yang dipakai untuk pembuatan blangkon dibelinya di Solo dan Jogjakarta. Suatu saat nanti ia memiliki keinginan bisa memproduksi bahan kain blangkon sendiri tanpa harus membelinya jauh di luar Kota.
"Jika Pemerintah mau memfasilitasi, itu bisa memproduksi sendiri. Sebenarnya bisa memproduksi sendiri, karena pembuatan batik di sini kan banyak. Selama ini kan produksi cuman jarik sedangkan untuk bahan udeng atau blangkon masih jarang," harapnya.
Pelanggan yang datang membeli blangkon ke rumahnya di Desa Jarak Lor, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri tidak hanya berasal dari Kediri saja melainkan juga dari luar daerah seperti Blitar, Tulunganggung, Tuban bahkan sampai luar Pulau Jawa di Bontang, Kalimantan Timur.
"Harga paling mahal saya jual Rp250 ribu berbahan batik tulis. Tergantung motifnya. Kalau standarnya harga Rp150 itu yang paling laku. Kalau permintaan harga Rp100 ribu juga bisa tapi bahanya memang kualitas beda," jelas Supari.
Dalam waktu satu hari Supari bisa membuat maksimal 3 blangkon. Dalam proses pengerjaanya ia dibantu oleh dua anaknya. Jika ditotal secara kesuruhan selama satu bulan ia bisa memproduksi kisaran 70-80 blangkon.