20 lurah terima penghargaan 'Non Litigation Peacemaker' Kanwilkumham Jakarta
Sebanyak 20 lurah yang bertugas wilayah di Provinsi DKI Jakarta menerima penghargaan sebagai Non Litigation Peacemaker dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jakarta.

Elshinta.com - Sebanyak 20 lurah yang bertugas wilayah di Jakarta menerima penghargaan sebagai Non Litigation Peacemaker dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jakarta.
Ketiga Lurah diantaranya turut mendapatkan penghargaan Anubhawa Sasana Jagaddhita, dan Anugerah Paralegal Justice Award.
"Mereka luar bisa, lolos penilaian masuk dalam (daftar) 300 kepala desa dan lurah dinobatkan Non Litigation Peacemaker dari 1.200 pendaftar di seluruh Indonesia,” kata Kepala Kanwilkumham Jakarta, Andika Dwi Prasetya, Senin (3/6).
Lebih lanjut Andika mengatakan para lurah yang mendapat penghargaan tersebut karena berhasil menyelesaikan berbagai masalah di wilayahnya tanpa melalui jalur hukum.
Dikatakan Andika, keberadaan lurah sebagai juru damai berperan besar karena mereka dapat menciptakan keadaan tertib, dan mengurangi kasus yang masuk ke pengadilan.
“Para lurah ini dianggap bisa menyelesaikan permasalahan yang ada di wilayah tanpa harus melalui jalur hukum, ini yang patut mendapat apresiasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia berharap, dengan adanya penghargaan yang diberikan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jakarta, para lurah dapat berkontribusi denganmaksimal dalam penyelesaian sengketa secara damai dan memperkuat penegakan hukum di tingkat kelurahan
"Semoga penghargaan ini dapat memotivasi lebih banyak lurah untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban dan keharmonisan di wilayah mereka," harapnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Heru Lianto, Selasa (4/6).
Sementara salah satu penerima penghargaan, Lurah Pejaten Barat, Asep Ahmad Umar menuturkan selama ini pihaknya banyak menangani berbagai masalah warganya dengan metode mediasi.
“Terutama masalah rumah tangga, kedua persoalan tanah. Perbedaan persepsi terkait ahli waris, jadi surat waris dikeluarkan di Jakarta itu berbeda dengan di luar Jakarta,” kata Ase mencontohkan