Mengenal penyakit Spinal Muscular Atrophy, biaya terapi capai puluhan miliar
Spinal Muscular Atrophy (SMA) merupakan suatu kelainan yang diturunkan secara genetik dengan pola resesif autosomal yang ditandai dengan hilangnya neuron motorik tulang belakang secara progresif yang menyebabkan kelemahan otot.
Sumber foto: Izan Raharjo/elshinta.comElshinta.com - Spinal Muscular Atrophy (SMA) merupakan suatu kelainan yang diturunkan secara genetik dengan pola resesif autosomal yang ditandai dengan hilangnya neuron motorik tulang belakang secara progresif yang menyebabkan kelemahan otot. Penyakit ini merupakan penyebab genetik utama kematian pada bayi dan anak kecil, dengan kejadian 1:10.000 kelahiran.
Gen penyebab dari penyakit atrofi otot spinalis disebut juga dengan SMN (Survival Motor Neuron). Terdapat 4 subtipe penyakit yang memiliki manifestasi klinis berbeda. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit langka dengan angka diagnosis yang masih cukup kurang. penyakit otot yang ditandai oleh perlemahan otot ini bisa muncul sejak bayi baru lahir atau baru muncul pada saat usia sudah dewasa.
Dokter spesialis anak sekaligus dosen FKKMK UGM, Dian Kesumapramudya Nurputra, MD. (Paed)., M.Sc. Ph.D, menjelaskan bahwa penyakit SMA ini diakibatkan adanya defisiensi atau kekurangan protein SMN (Survival of Motor Neuron) atau protein yang sangat penting untuk fungsi saraf yang mengontrol otot. .
"Sering disalahartikan seperti polio, jadi tampilan pertama seperti anak polio, seperti anak cerebral palsy, tapi bedanya SMA bukan disebabkan oleh infeksi atau disebabkan masalah di otak. Anak-anak SMA itu mengalami kelemahan di otot punggung sama kakinya secara progresif menurun, penyebabnya karena genetik, mutasi gen, namanya gen SMN. sebagai akibat mutasinya itu mereka seiring dengan berjalanya waktu semakin lama semakin lemah," ujar Dr. Dian Kesumapramudya Nurputra disela Seminar Spinal Muscular Atrophy: Empowered People Empower Others!, di Auditorium Ruang Kuliah Bambang Soetarso, FKKMK UGM, Sabtu (29/06/2024).
Spinal Muscular Atrophy di Indonesia seringkali tidak diketahui karena pemeriksaanya juga sulit yaitu harus pemeriksaan DNA. Dan saat ini untuk pemeriksaan hanya di Yogya dan Bandung. Dan sekarang semua dikirim ke Yogya untuk pemeriksaanya. Sebelum melebur dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di lembaga Eijkman Jakarta juga dilakukan pemeriksaan DNA.
Dokter Dian mengungkapkan bahwa biaya untuk terapi penyakit ini cukup mahal mencapai puluihan miliar. Maka yang perlu didorong saat ini bagaimana obatnya bisa masuk ke Indonesia dan ini sangat butuh dukungan dari pemerintah. Obat lainnya yaitu Risdiplam juga masih cukup mahal mencapai ratusan juta yang harus diminum setiap bulan. Sekarang yang dilakukan adalah terapi dengan obat-obatan yang ada di Indonesia tetapi hanya untuk menahan agar tidak memburuk. Biaya terapi penyakit ini dilakukan secara mandiri karena tidak dicover BPJS.
"Terapinya kan mengganti gen SMN yang rusak itu harganya Rp 30 miliar, tapi sekali seumur hidup. Kita sedang upayakan obat itu masuk ke Indonesia. Ada juga obat lain yaitu Risdiplam harganya Rp 200 jutaan dan setiap bulan harus minum," jelasnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Izan Raharjo, Senin (1/7).
Oleh karena perlu sosialisasi kepada masyarakat terkait penyakit Spinal Muscular Atrophy seperti dengan diadakanya seminar dan gathering yang diikuti orang tua serta anak-anak penderita Spinal Muscular Atrophy. Acara Ghatering tersebut diikuti ratusan orang tua serta anak-anak penderita dari berbagai daerah seperti Bandung, Bali, Purbalingga, Banten, Sumatera, dan lainya untuk bersama-sama belajar teknik-teknik merawat penderita SMA di rumah.
"Kalau orang biasa (kondisi normal) dengan mudah bisa batuk, tetapi untuk anak-anak SMA karena ototnya lemah kalau gak bisa batuk bisa meninggal," imbuhnya.
Ada empat tipe penyakit SMA yaitu Tipe 1 yang paling berat dengan nama Werdning-Hoffman desease. SMA Tipe 1 muncul pada usia di bawah 6 bulan. Bayi-bayi yang menderita tipe 1 umumya tidak akan pernah bisa duduk karena jumlah protein SMN-nya tidak bisa mendukung otot dia untuk duduk.
Tipe kedua adalah tipe yang lebih ringan dimana tipe ini yang paling banyak ditemukan di Indonesia. SMA tipe 2 ini pada umumya muncul pada usia 6-18 bulan. Anak-anak yang mengalami SMA tipe 2 ini bisa duduk walau tidak sempurna, tetapi tidak akan pernah bisa berdiri kecuali jika diterapi. Kemudian tipe 3 yang muncul pada anak di atas usia 18 bulan.
"Penderita SMA tipe 3 masih bisa beraktifitas seperti biasa, duduk, berdiri, serta berjalan namun merasa lemah dan terkadang masih membutuhkan alat bantu gerak. Dan tipe 4 merupakan yang paling ringan.Tipe 4 ini biasa muncul di usia dewasa dan dapat beraktifitas seperti biasa hanya merasa lemah," tandasnya.




