Top
Begin typing your search above and press return to search.

20 Juli 1825: Warisan Perang Diponegoro dalam sejarah Indonesia

Elshinta.com - Perang Diponegoro, juga dikenal sebagai Perang Jawa (1825-1830), adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang melibatkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Perang ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, seorang bangsawan Jawa yang menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap penindasan kolonial.

20 Juli 1825: Warisan Perang Diponegoro dalam sejarah Indonesia
X
Lukisan Pangeran Diponegoro memimpin pertempuran karya Basoeki Abdullah.(kebudayaan.kemdikbud.go.id) (https://tinyurl.com/2hkupnsb)

Elshinta.com - Perang Diponegoro, juga dikenal sebagai Perang Jawa (1825-1830), adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang melibatkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Perang ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, seorang bangsawan Jawa yang menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap penindasan kolonial.

Latar Belakang

Pangeran Diponegoro lahir pada tanggal 11 November 1785 dengan nama Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Ia adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono III, namun lebih memilih hidup sederhana di desa Tegalrejo ketimbang menjadi bagian dari istana. Kekecewaan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial Belanda, termasuk pajak yang memberatkan dan campur tangan dalam urusan internal kerajaan, menjadi pemicu utama perlawanan Diponegoro.

Awal Perang

Perang Diponegoro dimulai pada 20 Juli 1825 ketika Belanda memutuskan untuk membangun jalan yang melewati tanah leluhur Diponegoro tanpa izin. Kejadian ini memicu kemarahan Diponegoro dan rakyatnya. Diponegoro kemudian memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda dan menggalang dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk petani, bangsawan, dan ulama.

Strategi dan Perang Gerilya

Pangeran Diponegoro menggunakan strategi perang gerilya yang sangat efektif dalam menghadapi pasukan kolonial Belanda. Taktik ini melibatkan serangan mendadak dan penghindaran konfrontasi langsung dengan pasukan yang lebih besar dan lebih terorganisir. Basis pertahanan Diponegoro tersebar di pegunungan dan hutan-hutan, membuatnya sulit ditangkap oleh Belanda.

Dukungan Rakyat

Salah satu faktor utama keberhasilan awal perlawanan Diponegoro adalah dukungan luas dari rakyat Jawa. Mereka merasa tertindas oleh kebijakan kolonial dan melihat Diponegoro sebagai pemimpin yang mampu membawa perubahan. Perang ini juga dipandang sebagai perang suci (jihad) melawan penjajah, sehingga mendapatkan dukungan dari kalangan ulama dan santri.

Setelah lima tahun berperang, kekuatan Diponegoro mulai melemah karena kurangnya persediaan dan meningkatnya tekanan dari pasukan Belanda yang terus menerus memperbarui strategi mereka. Pada tahun 1830, Pangeran Diponegoro akhirnya ditangkap melalui cara licik oleh Jenderal De Kock dalam perundingan di Magelang. Setelah ditangkap, Diponegoro diasingkan ke Manado dan kemudian dipindahkan ke Makassar, di mana ia meninggal pada tanggal 8 Januari 1855.

Meskipun Perang Diponegoro berakhir dengan kekalahan bagi pihak Jawa, perang ini memiliki dampak yang signifikan dalam sejarah Indonesia. Perang ini menunjukkan keberanian dan keteguhan rakyat dalam melawan penjajahan, serta menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari. Pangeran Diponegoro dikenang sebagai pahlawan nasional yang telah berjuang demi kebebasan dan keadilan bagi bangsanya.

Warisan dari Perang Diponegoro tetap hidup dalam berbagai bentuk, mulai dari monumen, buku, hingga film yang menceritakan kisah heroiknya. Perang ini juga menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan perjuangan dalam menghadapi penindasan.

Dengan semangat yang diwariskan oleh Pangeran Diponegoro, generasi berikutnya terus melanjutkan perjuangan hingga mencapai kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

Sumber : Sumber Lain

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire