Reza: Dugaan implicit bias terkait kematian 7 remaja bekasi
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menilai Polri perlu menginvestigasi dua hal dalam penanganan peristiwa berujung kematian tujuh remaja laki-laki yang ditemukan di Kali Bekasi, Jawa Barat, Minggu (22/9/2024) pagi. Dua persoalan itu adalah penanganan dugaan pidana dan mitigasi bencana yang dilakukan tim patroli.

Elshinta.com - Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menilai Polri perlu menginvestigasi dua hal dalam penanganan peristiwa berujung kematian tujuh remaja laki-laki yang ditemukan di Kali Bekasi, Jawa Barat, Minggu (22/9/2024) pagi. Dua persoalan itu adalah penanganan dugaan pidana dan mitigasi bencana yang dilakukan tim patroli.
Reza mengatakan, Polri perlu memastikan pertimbangan personel saat menyimpulkan sekelompok orang yang mereka lihat di lokasi akan melakukan tawuran.
"Apakah kesimpulan tim patroli bahwa di hadapan mereka 'ada sekumpulan orang yang terindikasi kuat akan melakukan pidana,' benar-benar merupakan penilaian objektif atau justru merupakan false objective alias mengada-ada atau pun berlebihan," ujar Reza dalam keterangannya, Rabu (25/9/2024).
Polisi menyebut tujuh remaja yang meninggal itu diduga bagian dari puluhan remaja yang akan melakukan tawuran. Mereka diduga menceburkan diri ke kali Bekasi saat polisi melakukan patroli untuk mencegah tawuran.
Reza melanjutkan, jika penilaian tim patroli itu benar objektif, maka selanjutnya perlu diukur seberapa prosedural, proporsional, dan profesional kerja mereka saat itu.
Sementara soal mitigasi bencana, menurut Reza, Polri perlu menyelidiki apakah petugas menyadari tindakan pembubaran itu bisa menciptakan situasi kritis.
"Apakah tim patroli saat itu sadar atau tidak, sengaja atau tidak, telah mendorong target (kerumunan orang) ke dalam situasi kritis," kata Reza.
Bila tim patroli mengetahui bahwa target berada dalam bahaya, seperti terjun ke sungai yang dalam dan berbatu, kata Reza, perlu diketahui langkah pencegahan dari petugas untuk menyelamatkan mereka.
Menurut Reza, polisi tetap harus melakukan mitigasi terhadap bahaya yang muncul. Hal itu terlepas ada atau tidaknya mereka berencana melakukan pidana. "Termasuk berupaya menyelamatkan target dari risiko kematian," ujarnya.
Maka, Reza juga menekankan pentingnya assessment atau penilaian atas kinerja masing-masing personel dalam tim patroli tersebut.
"Terkait itu, dalam police encounter yang berujung maut, satu hal yang sering didalami adalah kemungkinan individu (personel) polisi mengalami implicit bias," jelasnya.
Menurut Reza, perlu diketahui seberapa besar kemungkinan implicit bias mewarnai bahkan mengacaukan proses berpikir personel tim patroli.
"Negara dalam situasi amat membutuhkan keamanan dan ketertiban. Bekasi acap diidentikkan sebagai wilayah rawan. Tim patroli by default dibentuk sebagai respon terhadap situasi chaotic," katanya.
Ketiga hal tersebut menurut Reza, menjadi preteks bagi kewaspadaan tinggi personel tim patroli dilokasi sejak mereka berangkat dari markas.
Implicit bias di TKP, kata Reza, terpantik ketika personel bertemu sejumlah orang pada jam itu, di lokasi seperti itu.
Menurutnya, serta-merta personel melompat ke kesimpulan bahwa sejumlah orang pada jam itu dan di lokasi seperti itu pasti akan melakukan tindak pidana.
"Karena merupakan bias, tidak berdasarkan pada data yang memadai, maka tindakan eksesif oleh personel tim patroli sangat mungkin terjadi," ujarnya.
"Apa akibatnya ketika mereka mengambil tindakan eksesif?," kata Reza.
"Jelas, alih-alih membuat situasi aman terkendali, tindak-tanduk personel polisi justru membahayakan," tandasnya. (Rap)