5 April 2021: Djoko Tjandra dan jaringan suap di balik vonis
Elshinta.com - Djoko Tjandra, seorang pengusaha yang sebelumnya buron selama bertahun-tahun, dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 5 April 2021. Ia terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap aparat penegak hukum untuk menghapus status buronnya dan memuluskan langkahnya dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus korupsi Bank Bali.

Elshinta.com - Djoko Tjandra, seorang pengusaha yang sebelumnya buron selama bertahun-tahun, dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp100 juta oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 5 April 2021. Ia terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap aparat penegak hukum untuk menghapus status buronnya dan memuluskan langkahnya dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus korupsi Bank Bali.
Kasus ini bermula ketika Djoko Tjandra, yang menjadi buronan sejak 2009, kembali ke Indonesia secara diam-diam dan mendapatkan e-KTP dalam waktu singkat. Ia kemudian mengajukan PK di Mahkamah Agung tanpa terdeteksi oleh pihak berwenang. Belakangan, terungkap bahwa keberhasilannya kembali ke Indonesia dan mengajukan PK tidak lepas dari suap yang diberikan kepada sejumlah pejabat, termasuk Jaksa Pinangki Sirna Malasari, eks Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, dan eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Dalam persidangan, hakim menyatakan bahwa Djoko Tjandra secara sistematis menggunakan kekayaannya untuk menyuap pejabat demi kepentingan pribadinya. Tindakannya dianggap telah mencoreng citra penegakan hukum di Indonesia. Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 5 tahun penjara. Namun, keputusan ini tetap dianggap sebagai langkah maju dalam menindak praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus mengawal transparansi serta akuntabilitas dalam sistem hukum agar kasus serupa tidak terulang. Dengan vonis ini, diharapkan tidak ada lagi celah bagi koruptor untuk melarikan diri atau memanipulasi hukum demi kepentingan pribadi.