Top
Begin typing your search above and press return to search.

Denny JA: Saatnya bentuk pusat studi agama dan spiritualitas era AI

Penggagas Esoterika Forum Spiritualitas Denny JA, menjadi salah satu pembicara dalam Workshop Esoterika Fellowship hari ketiga, Rabu (23/4).

Denny JA: Saatnya bentuk pusat studi agama dan spiritualitas era AI
X
Sumber foto: Radio Elshinta/ Rizky Rian Saputra

Elshinta.com - Penggagas Esoterika Forum Spiritualitas Denny JA, menjadi salah satu pembicara dalam Workshop Esoterika Fellowship hari ketiga, Rabu (23/4).

Denny JA mengatakan, ditengah kemajuan teknologi, tafsir agama tak lagi hanya menjadi milik manusia. Kini, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) ikut hadir sebagai mitra dalam memahami khazanah iman lintas zaman dan lintas tradisi.

“Tak satu pun institusi keagamaan, tak satu pun ulama, pendeta, biksu, atau pastur—seberbakat apa pun mereka—dapat menandingi kemampuan Artificial Intelligence dalam membaca jutaan dokumen lintas kitab, lintas iman, lintas madzab, dan lintas abad. Semua itu terjadi dalam hitungan menit, bahkan detik.”

Dalam lanskap baru ini, Denny menyampaikan pentingnya membentuk Pusat Studi Agama dan Spiritualitas Era AI yang merupakan sebuah lembaga interdisipliner yang akan mengkaji, mengintegrasikan, dan menyebarkan pesan-pesan spiritual universal hasil olahan AI. Ini bukan semata tentang teknologi, tetapi tentang masa depan iman yang lebih inklusif dan kontekstual.

Dalam sambutannya, Denny mengangkat kisah National University of Singapore (NUS) yang kini berada di jajaran 10 besar dunia. Padahal, pada 1950-an, posisi NUS masih di bawah Universitas Indonesia. Perbedaannya? Visi, keberanian berinovasi, dan investasi besar pada riset serta teknologi seperti AI dan bioteknologi.

“Salah satu indikator ranking global adalah kemampuan menghadirkan kurikulum yang relevan dengan zaman,” jelas Denny. Maka dari itu, Esoterika memperkenalkan kurikulum baru: “Agama sebagai Warisan Kultural Milik Bersama di Era AI.”

Dalam hari ketiga workshop ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Esoterika Forum dengan sembilan perguruan tinggi dari berbagai tradisi keagamaan di Indonesia, yang terdiri dari UIN, UNPAR, UKI, hingga STABN dan Universitas Hindu Negeri. Sehingga dengan kerja sama ini menjadi fondasi bagi kurikulum dan riset baru tentang spiritualitas era digital.

Nama-nama tokoh akademik seperti Dr. Abidin Wakano (IAIN Ambon), Dr. Li. Edi Ramawijaya Putra (STABN Sriwijaya), dan I Komang Suastika Arimbawa (UHN I Gusti Bagus Sugriwa) hadir langsung sebagai penandatangan MoU.

Sementara itu, Denny menyandingkan inovasi ini dengan Teologi Pembebasan dari Amerika Latin. Teologi yang berpihak pada mereka yang tertindas. Teologi yang lahir dari luka dan bergerak menuju keadilan.

“Teologi Pembebasan lahir dari penderitaan. Dan spiritualitas era AI juga lahir dari kesadaran bahwa dunia modern memerlukan tafsir baru atas makna, iman, dan kemanusiaan. Kita ingin membawa tafsir spiritual ini ke dua ruang: kelas dan masyarakat,” ungkapnya.

Ia mengingatkan pada luka-luka sosial yang belum sembuh, dari Ambon hingga Kalimantan, dari Jakarta hingga NTB.

“Luka-luka itu belum benar-benar sembuh,” ujarnya lirih. “Tapi di tengah luka, selalu ada celah untuk cahaya.”

Esoterika Fellowship Masuk Kampus, program yang dipimpin oleh Ahmad Gaus AF dan Dr. Budhy Munawar Rachman, menjadi gerakan akar rumput spiritualitas baru. Bukan menggantikan iman lama, melainkan menghidupkan kembali jiwanya yang universal: kasih, pengertian, dan keadilan.

“Yang kita lakukan ini baru langkah kecil. Tapi ia berada di jalan yang benar,” tutup Denny, seperti yang dilaporkan Reporter Elshinta Rizky Rian Saputra.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire