Ketua LKAAM Sumbar sebut tak ada ampun bagi pelaku asusila
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Fauzi Bahar Datuak Nan Sati mengaku sangat miris dengan perbuatan asusila yang terjadi saat ini, apalagi sudah terjadi di lembaga pendidikan tinggi, bahkan perbuatan asusila tersebut dilakukan oleh sesama jenis.

Elshinta.com - Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Fauzi Bahar Datuak Nan Sati mengaku sangat miris dengan perbuatan asusila yang terjadi saat ini, apalagi sudah terjadi di lembaga pendidikan tinggi, bahkan perbuatan asusila tersebut dilakukan oleh sesama jenis.
Perbuatan tersebut sangat bertolak belakang dengan adat Minangkabau yang telah diakui negara yaitu Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABS, SBK).
Fauzi Bahar menyebutkan, tidak ada ampun dan maaf bagi orang yang melakukan. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan asusila diatas asusila. Artinya pelanggaran asusila diatas asusila.
"Orang berbuat asusila antara laki laki dengan perempuan saja, sudah naif sekali. Ini suatu hal yang sangat mencoreng nama Sumbar dan Minangkabau," kata Fauzi Bahar, Selasa (20/5).
Sumbar yang menjunjung tinggi falsafah ABS, SBK, maka tidak ada ampun bagi pelaku dan pelaku harus angkat kaki dari Sumbar.
"Di Minang ini ada hukum, dibuang dari adat, rantau dan nagari," ujar Fauzi Bahar seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Musthofa, Rabu (21/5).
Fauzi Bahar mengaku tidak main-main dengan kasus asusila yang terjadi, apalagi pelakunya seorang oknum di salah satu lembaga pendidikan kesehatan.
Fauzi Bahar mengatakan, lembaga pendidikan merupakan lembaga yang sangat terhormat. Tempat menuntut ilmu yang sangat terhormat.
Fauzi Bahar khawatir, apabila kasus asusila tersebut tidak diproses akan dapat berdampak buruk terhadap keberlangsungan pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Untuk mengantisipasi dampak buruk tersebut, pelaku harus dipecat dan dikeluarkan dari institusi tersebut.
Lebih lanjut Fauzi Bahar menjelaskan, pelaku yang melanggar norma adat dan agama dengan melakukan perbuatan asusila, tidak hanya satu dua oknum pelaku yang dikeluarkan dari kampung.
Sanksi adat diberikan untuk memberikan efek jera agar perbuatan yang sama tidak terjadi kembali. Pelaku juga tidak mengulangi kembali perbuatan yang sama.