Indonesia House Amsterdam soroti tenun Indonesia timur
Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Mayerfas, secara resmi membuka pameran dan talk show bertajuk "Women and Weaves: Eastern Indonesia Textile Prelude" di Indonesia House Amsterdam. Acara ini memamerkan kekayaan dan keragaman tradisi Tenun Ikat dan menyoroti peran penting para penenun perempuan dari Lombok, Sumba, Bali, Timor, Maluku, dan Papua.
.jpeg)
Elshinta.com - Duta Besar Indonesia untuk Belanda, Mayerfas, secara resmi membuka pameran dan talk show bertajuk “Women and Weaves: Eastern Indonesia Textile Prelude” di Indonesia House Amsterdam. Acara ini memamerkan kekayaan dan keragaman tradisi Tenun Ikat dan menyoroti peran penting para penenun perempuan dari Lombok, Sumba, Bali, Timor, Maluku, dan Papua.
“Acara ini bertujuan untuk merayakan dan mengapresiasi seni Tenun sebagai salah satu tradisi tenun tekstil nusantara yang kaya. Selain makna mendalam dari tiap polanya yang unik, Tenun menceritakan kisah spiritualitas, kekeluargaan, keharmonisan—dan yang terpenting, kekuatan dan semangat para perempuan di balik tenun itu sendiri,” ungkap Dubes Mayerfas dalam sambutannya, Jumat (23/5/2025).
Dalam keterangan tertulis yang diterima Elshinta, dijelaskan pameran yang digelar di lantai dua Indonesia House Amsterdam oleh KBRI bekerja sama dengan Yayasan Kembang Sepatu (Stichting Hibiscus) yang dimotori Ine Waworuntu. Pameran ini menjadi eksposisi Tenun pertama dan terbesar yang pernah diselenggarakan di Belanda, sekaligus menandai tonggak penting dalam diplomasi budaya Indonesia di Eropa.
Usai pembukaan, dilanjutkan dengan acara bincang-bincang yang menghadirkan Myra Widiono (Pendiri Rumah Rakuji dan Ketua WARLAMI – Lembaga Pewarna Alam Indonesia), Loes Leatemia dari Weaving Worlds, dan Bertha Tanaem dari Indonesia Nederland Youth Society (INYS), dengan moderator Olivia de Ruiter juga dari Weaving Worlds.
Diskusi difokuskan pada proses pembuatan Tenun, pelestarian tradisi dan kearifan lokal, serta makna filosofis dari setiap pola—yang menggambarkan hubungan mendalam antara alam, masyarakat, dan nilai-nilai spiritual. Para pembicara juga menekankan pentingnya mendokumentasikan teknik tenun tradisional di seluruh nusantara dan mempromosikannya secara internasional untuk memastikan relevansi dan keberlanjutannya.
“Kebanyakan orang Belanda mengenal Batik , tetapi belum banyak yang mengenal Tenun. Kita perlu lebih mempromosikannya dan meningkatkan kesadaran melalui berbagai acara dan festival. Pada saat yang sama, kita harus menumbuhkan apresiasi budaya yang lebih intensif melalui program pertukaran. Sudah saatnya juga untuk memperkenalkan kerajinan yang indah ini dan penggunaan pewarna alami ke sekolah-sekolah dan akademi mode di Eropa,” ungkap Bertha.
Bertha adalah seorang diaspora asal Timor yang telah tinggal di Belanda sejak 2015 dan secara aktif mempromosikan Tenun dengan mengenakan dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-harinya.
Yang membuat acara ini lebih bermakna adalah karena acara ini dikonsep, dikuratori, dan dijalankan terutama oleh perempuan, mulai dari tim penyelenggara hingga pembicara dan penampil—yang mencerminkan pemberdayaan yang diwakili oleh Tenun itu sendiri.
Para tamu juga disuguhi pilihan jajanan pasar tradisional Indonesia, yang menawarkan mereka pengalaman sensori budaya kuliner Indonesia di samping warisan tekstilnya.
“Pagi ini lebih dari sekadar pertunjukan budaya. Kami berharap dengan merasakan tekstur, warna, cita rasa, dan kisah Indonesia di Indonesia House Amsterdam, pengunjung juga akan terinspirasi untuk mengunjungi Indonesia,” imbuh Dubes.
Pameran yang terbuka untuk umum ini, terus menarik minat para penggemar tekstil, lembaga budaya, dan kreator mode di seluruh Belanda.
Penulis: Vivi Trisnavia/Ter