ASEAN serukan perpanjangan gencatan senjata di Myanmar
Elshinta.com - Para pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyerukan perpanjangan dan perluasan gencatan senjata di Myanmar, yang diberlakukan sejak gempa bumi besar melanda negara Asia Tenggara itu akhir Maret lalu.

Elshinta.com - Para pemimpin negara-negara anggota ASEAN menyerukan perpanjangan dan perluasan gencatan senjata di Myanmar, yang diberlakukan sejak gempa bumi besar melanda negara Asia Tenggara itu akhir Maret lalu.
Dalam pernyataan yang dirilis usai KTT ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (27/5), para pemimpin ASEAN menilai gencatan senjata sebagai langkah awal menuju penghentian kekerasan dan menciptakan keamanan yang berkelanjutan di negara yang dilanda konflik antara militer dan pasukan pro demokrasi, sejak kudeta pada Februari 2021.
“Kami berkomitmen untuk membantu Myanmar menemukan solusi damai dan langgeng untuk krisis yang sedang berlangsung,” demikian pernyataan para pemimpin ASEAN.
Para pemimpin menegaskan kembali bahwa Konsensus Lima Poin tetap menjadi rujukan utama untuk mengatasi krisis politik di Myanmar.
Konsensus harus dilaksanakan secara menyeluruh untuk membantu rakyat Myanmar mencapai resolusi damai yang inklusif dan langgeng yang dimiliki dan dipimpin oleh Myanmar, sehingga berkontribusi pada perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan tersebut.
“Kami mendesak semua pihak untuk segera menghentikan kekerasan terhadap warga sipil dan fasilitas umum. Kami mendesak mereka untuk mengambil tindakan konkret guna segera menghentikan kekerasan tanpa pandang bulu, mengecam setiap eskalasi, menahan diri sepenuhnya, dan memastikan perlindungan dan keselamatan semua warga sipil,” kata pemimpin ASEAN.
“Terkait hal ini, kami menghargai deklarasi tiga gencatan senjata sementara berturut-turut oleh otoritas di Myanmar dan gencatan senjata sepihak lainnya oleh pemangku kepentingan terkait lainnya,” ujar mereka, menambahkan.
Selain itu, ASEAN mendorong semua pemangku kepentingan di Myanmar untuk membangun kepercayaan guna menyelenggarakan dialog nasional yang inklusif dan berkelanjutan demi mencapai resolusi damai atas krisis yang dihadapi Myanmar.
“Kami menegaskan kembali dukungan berkelanjutan kami terhadap pekerjaan Ketua ASEAN, termasuk melalui Utusan Khusus, dalam implementasi penuh dan efektif Konsensus Lima Poin secara keseluruhan dengan tujuan memulihkan perdamaian, stabilitas dan demokrasi melalui solusi politik yang dimiliki dan dipimpin Myanmar, demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat Myanmar,” kata para pemimpin.
ASEAN juga berkomitmen meningkatkan kerja sama antara sesama negara anggota, antara ASEAN dengan mitra eksternalnya, dengan negara tetangga Myanmar, dan dengan PBB guna membantu mengatasi krisis di Myanmar yang berdampak luas terhadap meningkatnya kejahatan transnasional, seperti perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan penipuan daring.
Sejauh ini, upaya diplomatik yang dipimpin ASEAN belum berhasil mengakhiri konflik yang dipicu kudeta oleh militer terhadap pemerintah terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi, pada Februari 2021.
Myanmar, yang dianggap gagal melaksanakan Konsensus Lima Poin—yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN, termasuk perwakilan junta Myanmar pada April 2021—dilarang ikut serta dalam pertemuan-pertemuan ASEAN.
Pemerintah militer yang dipimpin Jenderal Senior Min Aung Hlaing awalnya mengumumkan gencatan senjata dalam perang saudara yang melibatkan banyak pihak, setelah gempa bumi besar menewaskan hampir 3.800 korban dan menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Gencatan senjata telah diperpanjang sebelumnya, meskipun pemantau konflik mengatakan pertempuran terus berlanjut, termasuk serangan udara berkala yang dilancarkan militer.
PBB dan pemantau konflik independen mengatakan junta militer telah melanjutkan pemboman udara yang mematikan meskipun ada gencatan senjata.
Pada April, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim selaku Ketua ASEAN tahun ini, bertemu dengan Min Aung Hlaing di Bangkok dan mendesaknya untuk menghormati gencatan senjata.
Anwar mengatakan setelah pertemuan tersebut bahwa ASEAN telah menyatakan "kekhawatiran" dan ingin membangun konsensus secara perlahan untuk memastikan "pemilu yang adil dan bebas" di Myanmar.
Prinsip ASEAN yang sudah berlangsung lama untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara anggotanya telah menghambat organisasi regional tersebut dalam membantu menyelesaikan konflik Myanmar.