Jelang International Conference on Infrastructure 2025
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan akan menyelenggarakan International Conference on Infrastructure 2025 pada 11–12 Juni mendatang di Jakarta International Convention Center (JICC). Acara ini akan menjadi ajang pertemuan antara pemerintah, swasta, lembaga keuangan internasional, dan mitra pembangunan untuk membahas masa depan pembangunan infrastruktur Indonesia.
.jpeg)
Elshinta.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan akan menyelenggarakan International Conference on Infrastructure 2025 pada 11–12 Juni mendatang di Jakarta International Convention Center (JICC). Acara ini akan menjadi ajang pertemuan antara pemerintah, swasta, lembaga keuangan internasional, dan mitra pembangunan untuk membahas masa depan pembangunan infrastruktur Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin, mengungkapkan bahwa konferensi ini akan digelar hanya beberapa hari sebelum pertemuan G7 di Kanada, menjadikannya momen strategis untuk menyoroti kesiapan Indonesia di panggung global.
“Nah, ini yang rencananya kita tawarkan. Jadi acaranya sendiri namanya International Conference on Infrastructure tahun 2025 yang insyaallah akan kita kerjakan di tanggal 11 dan 12 Juni di Jakarta International Convention Center atau JICC. Ini kira-kira waktunya beberapa hari sebelum G7 di Kanada,” ujar Rachmat dalam jumpa pers di kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Penyelenggaraan konferensi ini dipimpin langsung oleh Kemenko Infrastruktur dengan kerjasama seluruh kementerian dan lembaga terkait. “Penyelenggaranya tentunya pemerintah RI, kebetulan dilead oleh Kemenko Infra dan juga tentunya didukung oleh semua kementerian terkait,” tambahnya.
Selama dua hari penyelenggaraan, konferensi ini akan diisi dengan sesi pleno, diskusi tematik, pameran infrastruktur, serta ruang pertemuan untuk bilateral meeting dan business matching.
“Formatnya dua hari, di mana akan ada sesi pleno, tematik, dan ekshibisi atau pameran. Dan tentunya selain itu karena kita sudah berkumpul, kami juga menyediakan tempat-tempat untuk mengadakan bilateral atau misalnya bisnis matching dan sebagainya,” jelas Rachmat.
Ia menekankan bahwa forum ini akan menjadi titik temu antara para pembuat kebijakan, pelaku usaha, lembaga internasional, serta komunitas pemikir (think tanks) dari dalam dan luar negeri. “Di sini bisa kita ketemu dari policymaker, pemerintah, tentunya swasta, lembaga-lembaga keuangan termasuk development partner kita, lembaga internasional, think tank, dan sebagainya,” imbuhnya.
Konferensi ini akan mengangkat lima tema besar, empat diantaranya terkait infrastruktur dan satu bertema enabler atau pendukung. Pertama, tema infrastruktur kawasan atau kota, yang fokus pada kebutuhan dasar untuk daerah urban.
“Yang pertama kita membayangkan tema utamanya adalah infrastruktur yang kita butuhkan untuk suatu kawasan atau perkotaan. Untuk kota di mana banyak sekali orang berkumpul, pasti butuh air bersih dan sanitasi, butuh pengelolaan sampah dan limbah, butuh listrik, infrastruktur digital dan telco, dan misalnya transportasi publik,” jelas Rachmat.
Kedua, infrastruktur konektivitas untuk menyambungkan berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki tantangan geografis unik. “Topik besar kedua adalah infrastruktur konektivitas. Bagaimana kita bisa menyambungkan 17.510 pulau Indonesia, 280 juta orang ini bisa kita koneksikan dengan reliable, dengan aman, dan tentunya dengan terjangkau,” katanya.
Ketiga, infrastruktur perumahan dan kawasan, termasuk perumahan terjangkau dan fasilitas sosial pendukungnya. “Tentunya kita di situ berbicara tentang affordable housing, perumahan yang bisa terkonek dengan transportasi atau transit oriented development, juga akses terhadap kesehatan, hiburan, turisme, pendidikan, dan ekonomi kreatif,” ungkapnya.
Keempat, tema resilience atau ketangguhan menghadapi krisis iklim dan bencana alam. “Kita juga ingin membuat suatu tema yang membicarakan tentang resilience, terutama mitigasi bencana iklim. Misalnya untuk perlindungan daratan dan pesisir, perlindungan kualitas udara, serta perlindungan sumber daya air kita,” kata Rachmat.
Dan, kelima merupakan enabler utama yang menaungi pendanaan dan teknologi. “Semuanya itu tentu butuh dukungan, butuh enabler. Tentunya enabler yang paling besar selain teknologi adalah capital, adalah pendanaan. Bagaimana caranya kita bisa mendanai ini semua? Kami ingin mendiskusikan bagaimana proses berinvestasi di Indonesia, terutama untuk infrastruktur,” tutupnya.
Dengan jadwal yang berdekatan dengan pertemuan G7, Indonesia berharap konferensi ini tidak hanya menjadi forum diskusi, namun juga gerbang masuk investasi dan kolaborasi konkret untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia.
Penulis: Rizky Rian Saputra/Ter