Korupsi dana desa berulang kali, Kades Godok Polokarto jadi 'pesakitan' Kejari Sukoharjo
Mantan kepala desa (Kades) Godok, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana desa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari).

Elshinta.com - Mantan kepala desa (Kades) Godok, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana desa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari). Penetapan ini dilakukan setelah pemeriksaan terakhir dan terhadap tersangka langsung dilakukan penahanan hingga 20 hari kedepan.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kejari Sukoharjo, Tjut Zelvira mengatakan, mantan Kades Agus Adi Setiawan atau (AAS) dilaporkan telah menyalahgunakan wewenang selama menjabat sebagai kepala desa. Yakni menyelewengkan dana desa dari tahun anggaran 2022 hingga 2024 untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, sejumlah program kerja untuk masyarakat tidak berjalan.
"Tidak ada program kerja tapi ada pencairan anggarannya," katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Deni Suryanti, Senin (9/6).
Sesuai perhitungan barang bukti yang digunakan untuk pemeriksaan, lanjut dia, total kerugian negara karena penyalahgunaan tersebut mencapai Rp406 juta. Kades sudah mengembalikan dana yang diduga dikorupsi sebesar Rp380 juta, tetapi hal tersebut tidak menggugurkan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka.
Menurut Tjut Zelvira, modus yang digunakan AAS adalah mengambil dana kas desa, memerintahkan pencairan melalui bendahara untuk mengelabuhi pengawasan. Dana yang dicairkan dan jumlahnya digelembungkan untuk anggara kegiatan seperti pembentukan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes, padahal tidak punya program kerja. Setiap diprotes saat laporan pertanggungjawaban, dana yang dicairkan kemudian dikembalikan, tetapi oleh tersangka diambil lagi.
"Jadi tersangka ini melakukan pencairan anggaran dari dana desa digunakan untuk kebutuhannya sendiri kemudian dikembalikan. Itu dilakukan berulang kali," jelasnya.
Sementara, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari, Sukoharjo Bekti Wicaksono menambahkan, dari alat bukti yang digunakan untuk penyidikan, tersangka pernah penggunakan dana desa untuk kepentingan pribadi senilai Rp559 juta. Kemudian dikembalikan secara bertahap, diambil lagi dan dikembalikan.
Terakhir nilai dana desa yang dipakai mencapao Rp406 juta dan baru dikembalikan setelah dinonaktifkan sebesar Rp380 juta. "Meskipun tersangka berhasil mengembalikan total kerugian negara hanya akan mengurangi sanksi pidana tetapi kasus tetap dilanjutkan," ungkapnya.