Top
Begin typing your search above and press return to search.

Komisi X DPR dorong penelitian ilmiah tak hanya kejar kuantitas

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati mendorong pemerintah dan perguruan tinggi untuk mengevaluasi sistem penelitian atau riset ilmiah agar tidak hanya berorientasi pada kuantitas. Menurut Kurniasih di Jakarta, Senin, evaluasi itu dibutuhkan sebagai bentuk respons terhadap kualitas publikasi 13 perguruan tinggi ternama di Indonesia yang menjadi sorotan dalam Research Integrity Risk Index (RI²). 

Komisi X DPR dorong penelitian ilmiah tak hanya kejar kuantitas
X
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati. ANTARA/HO-Humas DPR RI

Elshinta.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati mendorong pemerintah dan perguruan tinggi untuk mengevaluasi sistem penelitian atau riset ilmiah agar tidak hanya berorientasi pada kuantitas. Menurut Kurniasih di Jakarta, Senin, evaluasi itu dibutuhkan sebagai bentuk respons terhadap kualitas publikasi 13 perguruan tinggi ternama di Indonesia yang menjadi sorotan dalam Research Integrity Risk Index (RI²).

"Ini momentum bagi pemerintah dan perguruan tinggi untuk melakukan evaluasi serius terhadap sistem yang berlaku saat ini dalam penelitian dan penulisan akademik,” kata Kurniasih.

Dia berpandangan laporan tersebut semakin menegaskan kondisi integritas akademik Indonesia yang memprihatinkan.

Lebih lanjut, Kurniasih mengatakan pada saat ini, kebijakan riset nasional terlalu menekankan pada aspek kuantifikasi, seperti jumlah publikasi di Scopus atau pangkalan data jurnal internasional, percepatan jabatan akademik, serta perburuan ranking internasional. Menurutnya, hal itu telah memengaruhi penurunan integritas akademik di perguruan tinggi.

“Dosen dan perguruan tinggi merasa terdorong untuk mengejar angka, dengan segala cara. Etika akademik pun menjadi kurang diperhatikan dan sangat mungkin dikorbankan,” ujarnya.

Kurniasih lalu mendorong agar pemerintah melakukan audit sistem penjaminan mutu riset secara nasional sebagai bagian dari upaya memperbaiki ekosistem riset di tanah air. Hal itu, menurut dia, penting untuk dilakukan agar capaian publikasi dan peningkatan peringkat kampus tidak dicapai dengan mengorbankan etika ilmiah.

“Kebijakan riset nasional dan perguruan tinggi harus diarahkan untuk menilai proses, dampak sosial, dan integritas ilmiah,” kata Kurniasih.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Togar M. Simatupang pun telah merespons persoalan kualitas publikasi itu. Dia mengimbau kepada seluruh perguruan tinggi untuk tidak hanya mengejar jumlah, namun harus meningkatkan kualitas publikasi, sehingga menjadi bermutu dan berdampak.

Diketahui, Research Integrity Risk Index merupakan hasil riset yang mengukur proporsi jurnal yang telah ditarik dari publikasi ilmiah secara global. Indeks ini menjadi metrik gabungan pertama di dunia yang berbasis data empiris dan dirancang untuk memetakan tingkat risiko institusi terhadap integritas riset mereka.

RI² dikembangkan oleh Prof Lokman Meho dari American University of Beirut. Ia merancang indeks ini sebagai respons atas kekhawatiran yang semakin besar terhadap sistem pemeringkatan universitas dunia, yang dinilai terlalu mendorong publikasi dalam jumlah besar dan banyak kutipan, tanpa mempertimbangkan kualitas serta integritas ilmiahnya.

Penilaian dalam RI² dilakukan dengan mengacu pada dua indikator utama yang bersifat independen dan dapat diverifikasi. Dalam laporan tersebut, terdapat sekitar 13 perguruan tinggi terkemuka Indonesia, baik negeri maupun swasta yang menjadi sorotan.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire