Legislator FPKS minta Pemerintah perkuat kebijakan strategis sektor energi
Lonjakan tajam harga minyak mentah Indonesia yang kini menembus US$ 69,33 per barel akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah mendapat perhatian serius dari anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS.

Elshinta.com - Lonjakan tajam harga minyak mentah Indonesia yang kini menembus US$ 69,33 per barel akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah mendapat perhatian serius dari anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS, Haji Jalal Abdul Nasir. Ia menyampaikan keprihatinannya atas dampak gejolak global terhadap stabilitas energi nasional dan mendesak pemerintah untuk memperkuat kebijakan strategis di sektor energi.
“Fluktuasi tajam harga minyak akibat konflik di Timur Tengah menegaskan betapa rapuhnya ketahanan energi kita jika terus bergantung pada dinamika global. Ini harus menjadi peringatan sekaligus momentum untuk mempercepat transformasi energi nasional,” ujar Haji Jalal dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/7).
Menurutnya, Indonesia harus segera mengakselerasi peningkatan produksi migas nasional (lifting) sebagai langkah jangka pendek untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan menjaga ketahanan pasokan. Ia juga mendorong SKK Migas dan kontraktor migas untuk bekerja lebih agresif meningkatkan target produksi, terlebih menjelang pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Dalam jangka menengah, Haji Jalal menekankan pentingnya penguatan infrastruktur energi, termasuk percepatan pembangunan kilang dalam negeri dan optimalisasi distribusi BBM. “Kunjungan kami ke Fuel Terminal Cikampek beberapa waktu lalu menunjukkan pentingnya pengawasan distribusi energi. Sistem seperti Terminal Automation System (TAS) harus diperluas ke wilayah strategis lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, legislator dari Dapil Jawa Barat VII ini mengapresiasi program transisi energi berbasis komunitas seperti Desa Energi Berdikari (DEB) yang dinilai mampu menjawab tantangan energi sekaligus memberdayakan masyarakat desa. Ia mendorong agar program-program semacam ini diadopsi secara nasional sebagai bagian dari roadmap transisi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Haji Jalal juga mengingatkan pemerintah agar mewaspadai lonjakan beban subsidi energi akibat kenaikan harga minyak global. Ia menilai perlu ada evaluasi terhadap skema subsidi agar tidak membebani APBN, namun tetap menjaga daya beli masyarakat.
“Pemerintah dan DPR harus duduk bersama merumuskan langkah-langkah konkret. Kita tidak bisa lagi bersikap reaktif. Harus ada strategi jangka panjang untuk mewujudkan kemandirian dan keadilan energi,” tegasnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono, Jumat (11/7).
Sebagai penutup, Haji Jalal menekankan bahwa situasi ini bukan hanya soal harga minyak, tapi juga tentang kedaulatan energi nasional. “Saatnya Indonesia menata ulang orientasi energinya, dari bergantung pada pasar global menjadi negara yang kuat secara produksi, adil dalam distribusi, dan tangguh dalam menghadapi krisis,” pungkasnya.