KLH tindak 21 usaha dan cabut 8 izin demi selamatkan hulu Ciliwung
Rangkaian bencana banjir dan longsor yang terjadi pada 2 Maret serta 5–9 Juli 2025 di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, menjadi alarm keras atas kondisi darurat ekologis di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cileungsi.

Elshinta.com - Rangkaian bencana banjir dan longsor yang terjadi pada 2 Maret serta 5–9 Juli 2025 di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, menjadi alarm keras atas kondisi darurat ekologis di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cileungsi.
Bencana ini menewaskan tiga orang, menyebabkan satu orang hilang, dan merusak tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Dampaknya bahkan menjalar hingga ke wilayah hilir seperti Jakarta dan Bekasi.
Menanggapi situasi ini,Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) melakukan langkah tegas: penegakan hukum terhadap 21 pelaku usaha, pencabutan delapan persetujuan lingkungan, serta pengiriman surat resmi kepada Bupati Bogor dengan ultimatum pencabutan izin dalam waktu 30 hari kerja.
“Hasil pengawasan lapangan KLH/BPLH mengungkapkan bahwa penyebab utama bencana adalah kerusakan ekosistem hulu secara masif akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali, lemahnya pengendalian tata ruang, serta menjamurnya bangunan tanpa persetujuan lingkungan yang sah,” kata Menteri Hanif seperti dilaporkan Reporter Elshinta, M Irza Farel, Kamis (17/7).
Menteri Hanif melanjutkan banyak bangunan tersebut berdiri di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 (eks PTPN VIII), meskipun kawasan ini telah memiliki Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) sejak 2011.
“Sanksi paksaan pemerintah diberikan jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan, berdampak lebih luas, dan menyebabkan kerugian yang lebih besar jika tidak segera dihentikan,” tegas Menteri Hanif Faisol Nurofiq.
KLH/BPLH bersama Pemerintah Kabupaten Bogor menyatakan bahwa delapan perusahaan—PT Pinus Foresta Indonesia, PT Jelajah Handal Lintasan (JSI Resort), PT Jaswita Lestari Jaya, PT Eigerindo Multi Produk Industri, PT Karunia Puncak Wisata, CV Pesona Indah Nusantara, PT Bumi Nini Pangan Indonesia, dan PT Pancawati Agro—terbukti memiliki persetujuan lingkungan yang secara substansial dan prosedural tumpang tindih dengan DELH milik PTPN I Regional 2.
Tiga dari perusahaan tersebut, yakni PT Bumi Nini Pangan Indonesia, PT Jaswita Lestari Jaya, dan PT Pancawati Agro, telah dikonfirmasi akan dicabut izinnya oleh Bupati Bogor. Lima sisanya masih dalam proses evaluasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.
Menteri Hanif melalui surat tertanggal 24 April 2025 telah memberikan tenggat 30 hari kerja bagi Bupati Bogor untuk menyelesaikan pencabutan seluruh persetujuan lingkungan tersebut. Jika tidak dilaksanakan, KLH/BPLH akan mengambil alih proses pencabutan izin secara langsung.