Top
Begin typing your search above and press return to search.

UGM: Potasium bisa jadi penanda baru potensi letusan besar gunung api

Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan bahwa kandungan potasium dalam magma dapat menjadi indikator baru untuk mendeteksi potensi letusan besar gunung api, termasuk pembentukan kaldera.

UGM: Potasium bisa jadi penanda baru potensi letusan besar gunung api
X
Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Elshinta.com - Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan bahwa kandungan potasium dalam magma dapat menjadi indikator baru untuk mendeteksi potensi letusan besar gunung api, termasuk pembentukan kaldera.

"Potasium bisa dijadikan indikator baru dalam pemantauan aktivitas vulkanik, terutama untuk menilai potensi terjadinya letusan besar yang memicu pembentukan kaldera," kata Peneliti dari Fakultas Geografi UGM Dr Indranova Suhendro dalam keterangannya di Yogyakarta, Rabu.

Kandungan potasium dalam magma, lanjutnya, berpotensi menentukan apakah sebuah gunung api kerucut akan berkembang menjadi gunung api berbentuk kompleks (compound) atau menjadi kaldera.

Temuan tim UGM tersebut telah dipublikasikan dalam Jurnal Geomorphology edisi Juli 2025 dengan judul "On The Possible Role of Potassium Enrichment for Controlling The Morphological Evolution of Stratovolcanoes Into Compound or Caldera (Java Island, Indonesia)."

"Dalam studi ini saya beserta tim peneliti menganalisis 40 gunung berapi di Pulau Jawa, termasuk yang selalu aktif seperti Merapi, Raung, dan Ijen," ucapnya.

Untuk menganalisis evolusi morfologi gunung-gunung tersebut, kata dia, tim UGM menggabungkan morfometri dengan analisis citra satelit dan Model Elevasi Digital (DEM) resolusi tinggi dari NASA dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

Dengan bantuan perangkat lunak QGIS, kerucut dasar gunung api didigitasi secara manual dan dihitung sejumlah parameternya seperti volume, rasio tinggi-panjang, lereng rata-rata, dan indeks ketidakteraturan.

Selama ini, kata dia, silika selalu dianggap sebagai faktor paling penting yang mengontrol eksplosivitas erupsi gunung api.

Pihaknya menemukan fakta seluruh tipe gunung api di Pulau Jawa (strato, compound, dan kaldera) cenderung memiliki rentang silika yang sama, sementara unsur kimia yang menjadi pembeda utama antara setiap tipe gunung api justru terlihat di kadar potasium.

"Semua tipe gunung api menunjukkan rentang nilai silika dan magnesium yang saling tumpang tindih, sehingga sulit dijadikan pembeda. Tapi begitu kami telusuri kandungan potasium, perbedaannya langsung terlihat. Kaldera selalu memiliki magma dengan kadar potasium yang tinggi," ucapnya.

Hasil studi menunjukkan gunung bertipe kaldera, seperti Raung, Ijen, Bromo, hingga Dieng, memiliki kandungan kalium yang jauh lebih tinggi dibandingkan gunung bertipe stratovolcano dan compound.

Beberapa studi eksperimental terdahulu mengungkap jika kandungan potasium yang tinggi ini memungkinkan magma menyimpan lebih banyak gas terlarut pada tekanan tinggi, sehingga ketika magma dengan volume besar mengalami dekompresi secara mendadak, pelepasan gas tersebut bisa menciptakan letusan eksplosif dalam skala besar hingga memicu runtuhnya puncak gunung dan membentuk kaldera.

Selain aspek geokimia, pihaknya menyoroti faktor tektonik yang mempengaruhi distribusi gunung bertipe kaldera.

Dari perspektif regional, kemiringan lempeng subduksi di bawah Jawa Timur relatif lebih curam ketimbang di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kondisi itu mendukung pembentukan magma yang lebih kaya potasium, yang juga tercermin dalam banyaknya jumlah kaldera di Jawa Timur.

"Misalnya, Kaldera Ijen, Raung, Jambangan, dan Bromo, yang semuanya terletak di bagian timur Jawa dimana zona subduksinya lebih dalam dibandingkan dengan wilayah di tengah, contohnya Kaldera Dieng, dan barat dengan Kaldera Rawa Danau dan Sunda," beber dia.

Berdasarkan semua data hasil penelitian, tim UGM pun mengusulkan tiga jalur evolusi untuk gunung api. Jalur pertama menggambarkan evolusi stratovolcano menjadi kaldera tanpa melalui fase compound akibat dari peningkatan kadar potasium yang drastis.

Jalur kedua menunjukkan gunung api yang tumbuh menjadi gunung compound sebelum akhirnya membentuk kaldera, yang juga ditandai dengan evolusi magma menuju kadar potasium tinggi.

Jalur ketiga adalah kondisi dimana stratovolcano hanya berkembang menjadi compound dan kemungkinan besar tidak membentuk kaldera akibat dari rendahnya kadar potasium.

Indranova mengatakan penemuan ini tidak hanya memperkaya kajian geosains, tetapi juga memberikan implikasi besar untuk mitigasi bencana yang berkaitan dengan gunung api.

Selama ini dia menilai potensi letusan besar kerap diperkirakan berdasarkan kandungan silika atau ukuran gunung, namun penelitian ini menunjukkan bahwa potasium bisa menjadi parameter baru dalam sistem peringatan dini.

Melalui kolaborasi antara Fakultas Geografi dan Pusat Studi Bencana (PSBA), Indranova mengatakan UGM terus berupaya menjadikan ilmu kebumian atau geosains sebagai dasar pengambilan kebijakan mitigasi bencana berbasis data ilmiah.

Sumber : Antara

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire