Denny JA: Menghidupkan kembali kejayaan Pertamina lewat strategi, imajinasi, dan kolaborasi
Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Denny JA, menyampaikan gagasannya untuk mengembalikan kejayaan Pertamina melalui tulisan berjudul Make Pertamina Great Again. Gagasan ini muncul dari serangkaian percakapan strategis dengan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Awang Lazuardi, serta jajaran direksi dan komisaris lainnya.

Elshinta.com - Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Denny JA, menyampaikan gagasannya untuk mengembalikan kejayaan Pertamina melalui tulisan berjudul Make Pertamina Great Again. Gagasan ini muncul dari serangkaian percakapan strategis dengan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Awang Lazuardi, serta jajaran direksi dan komisaris lainnya.
“Make Pertamina Great Again!”
Kalimat tersebut menjadi mantra utama yang terinspirasi dari pertemuan intens dan percakapan penuh visi di internal Pertamina.
Denny JA mengenang kejayaan Pertamina di era 1970-an, di mana di bawah kepemimpinan Ibnu Sutowo, perusahaan ini mampu memproduksi 1,2 juta barel minyak per hari, sehingga jauh di atas kebutuhan domestik. Saat itu, Indonesia bukan hanya swasembada energi, tetapi juga eksportir utama minyak mentah.
Namun, situasi berubah. Produksi menurun drastis hingga sekitar 600 ribu barel per hari, dan Pertamina tak jarang dikaitkan dengan persoalan struktural, termasuk mafia impor, korupsi, serta beban utang yang membengkak di masa lalu.
“Lebih menyakitkan lagi, Petronas perusahaan minyak Malaysia yang dahulu berguru pada Pertamina (kini) telah menjelma menjadi raksasa global,” tulis Denny JA.
Dalam pertemuan empat mata pada 24 Juli 2025, Denny JA dan Simon Mantiri mencapai satu kesepahaman: kebangkitan Pertamina bukan sekadar slogan, tapi komitmen kerja. Mereka menyepakati tiga agenda besar:
1. Target Produksi 1 Juta Barel per Hari — Melalui teknologi EOR, eksplorasi aktif, dan percepatan perizinan.
2. Keterlibatan Swasta Seluas Mungkin — Dalam koridor transparansi dan pengawasan demi efisiensi dan inovasi.
3. Ekosistem Energi yang Berkeadilan — Masyarakat dan daerah penghasil harus diberdayakan melalui program CSR yang menjangkau sektor pendidikan, kesehatan, budaya, dan ekonomi lokal.
Dalam ranah budaya, Denny JA mendorong inisiatif seperti “Pertamina Peduli Budaya” yang mendukung festival tahunan di bidang film, musik, dan sastra. Menurutnya, kekuatan energi juga harus diiringi dengan kekuatan narasi bangsa.
“Karena bangsa yang besar bukan hanya ditandai oleh kekuatan ekonominya, tapi juga oleh kekayaan narasinya dan keberanian imajinasinya,” tulisnya.
Ia juga menyebut Dewan Komisaris PHE saat ini sebagai “The Fantastic Eight”, disertai komite ahli dan struktur subholding yang tengah direvitalisasi demi efisiensi dan transparansi.
Lebih jauh, Denny JA menekankan bahwa kemandirian energi adalah mandat peradaban, bukan semata urusan angka atau dolar. Ia menyarankan pendirian Pertamina Energy Innovation Hub yang menggabungkan akademisi, startup, dan industri energi dalam satu ekosistem riset.
Ia juga menegaskan perlunya:
• Investasi strategis di energi terbarukan seperti biofuel, panas bumi, dan energi surya,
• Insentif fiskal untuk investasi EOR dan mekanisme real-time monitoring untuk cegah korupsi,
• Kebijakan percepatan perizinan (fast-track) dengan payung hukum khusus,
• Penegasan bahwa budaya bukan sekadar CSR, tapi bagian dari pembangunan identitas nasional.
Denny JA menutup tulisannya dengan menekankan bahwa kebangkitan Pertamina hanya mungkin jika menjadi gerakan nasional yang inklusif, melibatkan seluruh komponen bangsa:
“Dan jika semboyan itu berhasil, itu karena kerja bersama: pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta dan komunitas, insan teknis dan pelaku budaya, yang bergerak dalam satu semangat: merah putih. (Rizky Rian Saputra)