Top
Begin typing your search above and press return to search.

Harga gula di bawah HPP, kebijakan Mendag ancam gagalkan swasembada pangan 

Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M Nur Khabsyin menjelaskan kedatangannya ke beberapa kementerian dan lembaga negara pada hari Selasa (12/08) menyampaikan aspirasi petani terkait anjloknya harga gula dan tetes tebu.

Harga gula di bawah HPP, kebijakan Mendag ancam gagalkan swasembada pangan 
X
Sumber foto: Efendi Murdiono/elshinta.com.

Elshinta.com - Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M Nur Khabsyin menjelaskan kedatangannya ke beberapa kementerian dan lembaga negara pada hari Selasa (12/08) menyampaikan aspirasi petani terkait anjloknya harga gula dan tetes tebu yang akan menjadi pemicu gagalnya swasembada pangan yang digadang dalam pemerintahan Kabinet Merah Putih.

Rombongan pengurus DPN APTRI mendatangi Kementerian Pertanian, Kemenko Pangan, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Di Kementerian Pertanian, mereka diterima langsung oleh Dirjen Perkebunan, Abdul Roni sementara di Kemenko Pangan diterima oleh Deputi bidang pangan dan pertanian,Widiastuti serta di Bapanas diterima Deputi bidang ketersediaan dan stabilisasi pangan, I gusti Ketut Astawa serta mendatangi Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, sedangkan untuk DPR RI pekan depan.

Khabsyin menjelaskan kondisi gula petani saat ini kian mengkhawatirkan. Stok gula yang tidak laku di sejumlah pabrik gula telah mencapai 100 ribu ton secara nasional dan terus akan bertambah.

Menurut DPRD Provinsi Jawa Tengah dari fraksi PKB periode 2019-2024 hal ini terjadi karena penawaran harga dari pedagang saat lelang berada di bawah Harga Patokan Petani (HPP) yang telah ditetapkan sebesar Rp 14.500 per kilogram.

"Pasar gula kita dibanjiri gula rafinasi dan daya beli masyarakat turun sehingga gula petani tidak terserap. Kami menagih janji pemerintah segera mencairkan dana Rp 1,5 triliyun pembelian gula petani sesuai HPP sesuai janji pemerintah sebulan lalu," tegas Khabsyin seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono, Kamis (14/08).

Selain gula, petani juga terpukul akibat anjloknya harga tetes tebu. Tahun ini, harga tetes turun menjadi Rp 1.500 per kilogram, bahkan pembeli tetes minta penurunan harga dari yang sudah disepakati. Padahal tahun lalu harganya mencapai Rp 3.000 per kilogram.

Khabsyin menilai penyebabnya adalah adanya permendag 16 tahun 2025 yang membuka kran impor etanol secara bebas tanpa persetujuan impor, bebas kuota dan bebas bea masuk. Kita tahu bahwa tetes adalah bahan baku ethanol.

“Ironis, produksi etanol dan tetes tebu dalam negeri surplus dan sebagian diekspor, pemerintah justru membebaskan impor etanol. Siapapun bisa impor tanpa syarat, tanpa kuota, tanpa persetujuan impor, tanpa rekomendasi menperin, ini membuat harga tetes petani jatuh,” ujarnya.

DPN APTRI meminta pemerintah segera membeli gula petani yang tidak laku sesuai HPP yang berlaku, serta menghentikan impor etanol secara bebas. Ethanol ini barang yang perlu diawasi bukannya dibebaskan.

Khabsyin menegaskan permasalahan harga gula dan tetes yang anjlok akan mengancam swa sembada gula karena petani tidak lagi semangat untuk menanam tebu. jika aspirasi ini tidak segera direspons, ribuan petani siap turun ke jalan.

“Kondisi ini sudah membuat petani tidak betah. Jika aspirasi kami diabaikan, kami akan menggelar aksi unjuk rasa dengan kekuatan 5.000 petani tebu dari seluruh Indonesia,” cetusnya.

Sementara itu Ketua APTRI Lumajang Jawa Timur Haji Didik Purwanto menegaskan adanya pembelian yang dibawah HPP yang merugikan petani telah menambah menumpukan di gudang Pabrik Gula (PG) Djatiroto, selain itu ditambah kebijakan keluarnya aturan Mendag telah menyebabkan kebingungan petani membayar ongkos tebang angkut. Sementara kuli masing-masing petani bukan dari golongan ekonomi berada rata-rata ekonomi menengah kebawah dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber satu-satunya baik dari dari keluarga yang menebang maupun sebagai kuli angkutan.

"Gula petani tidak laku terus menumpuk di gudang PG Djatiroto karna tawaran rendah, sementara tuntutan petani harus bayar kuli secara kontinyu dan keuangan yang diandalkan dari penjualan gula," pungkasnya.

Sumber : Radio Elshinta

Related Stories
Next Story
All Rights Reserved. Copyright @2019
Powered By Hocalwire