Presiden didesak terbitkan amnesti, abolisi dan rehabilitasi kepada tapol-napol
Presiden Prabowo Subianto didorong untuk menerbitkan amnesti, abolisi hingga rehabilitasi kepada para tahanan, narapidana, mantan tahanan dan mantan narapidana berlatar belakang politik di masa kekuasaan Jokowi.

Elshinta.com - Presiden Prabowo Subianto didorong untuk menerbitkan amnesti, abolisi hingga rehabilitasi kepada para tahanan, narapidana, mantan tahanan dan mantan narapidana berlatar belakang politik di masa kekuasaan Jokowi.
Desakan itu disampaikan langsung Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI), Yudi Syamhudi Suyuti, di Jakarta, Jumat (15/8).
Menurut Yudi, Presiden Prabowo harus menerbitkan amnesti, abolisi dan rehabilitasi ini sebagai upaya persatuan nasional. Untuk saat ini, momentumnya sangat tepat bersamaan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025.
“Kami mendorong dan memperkuat Bapak Presiden Prabowo untuk menerbitkan Amnesti, Abolisi, Rehabilitasi untuk para tahanan, narapidana, mantan tahanan dan mantan narapidana berlatar belakang politik di masa kekuasaan Jokowi,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden telah menerbitkan abolisi untuk Tom Lembong (mantan Menteri Perdagangan RI era Jokowi) dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP).
Jika para para tahanan, narapidana, mantan tahanan dan mantan narapidana mendapatkan hal yang sama seperti Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, maka keadilan akan tercapai.
“Hal ini menjadi momentum penting dalam Pemulihan Keadilan antara Negara dan Rakyat Indonesia menuju Persatuan Nasional yang didasari prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial. Selain itu, juga menjadi praktek penting perwujudan Program Asta Cita ke 1 Presiden Prabowo, yaitu Penguatan Ideologi Pancasila, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia,” ungkap Yudi.
Lebih lanjut, Yudi menyampaikan bahwa Pemulihan Keadilan (Restorative Justice) antara Negara dan Rakyat memiliki substansi penting untuk mencapai tegaknya kemanusiaan, keadilan dan perdamaian, dimana tindakan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat dan menguatkan pembangunan berkelanjutan dalam seluruh sektor-sektornya.
“Dimana prinsip-prinsip yang mendasari Pembangunan Berkelanjutan ini, memiliki basis originnya sebagai sebuah Negara yang didasari Pancasila dan termanifestasikan dalam Pembukaan UUD 45 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Declaration Universal of Human Rights),” tegasnya.
Dijelaskan, dalam konteks Pemulihan Keadilan antara Negara dan Rakyat ini, perdamaian dan kemanusiaan menjadi payung utuh yang melampaui sistem dan norma hukum itu sendiri, meskipun outputnya secara teknis tetap menggunakan norma hukum legal formal secara konstitusional, yaitu Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi sebagai Hak Politik Hukum Khusus (Hak Prerogatif ) yang dimiliki oleh Presiden sesuai Pasal 14 UUD 45.
Untuk kasus pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi ini, merupakan praktek dan tindakan salah satu program utama Presiden ke-8 Prabowo Subianto dalam Asta Cita ke-1 yaitu, Penguatan Ideologi Pancasila, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Tindakan ini menjadi terobosan politik hukum luar biasa Presiden ke-8 Prabowo Subianto melalui Hak Hukum Presiden (Presidential Judicial Rights) dalam hal penghormatan yang tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan, dimana Hak Asasi Manusia menjadi prinsip moral yang melandasinya.
“Dalam konteks ini adalah pemulihan keadilan untuk tahanan, narapidana, mantan tahanan dan mantan narapidana yang terkait dan berlatar belakang politik atau memiliki irisan dengan situasi politik yang terjadi dalam Pemerintahan-sebelumnya, yaitu Pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo. Dimana pasal-pasal seperti makar, pencemaran nama baik, penghinaan terhadap Kepala Negara, UU ITE, perbuatan onar dan kebohongan (yang telah dicabut) dan berbagai macam bentuk aturan-aturan hukum pemidanaan lainnya. Sehingga persoalan-persoalan ini menjadi usaha dan pekerjaan Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara untuk merekonsiliasi antara Rakyat dan Negara yang dalam hal ini Rakyat dan Pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo, agar cita-cita Persatuan Nasional dapat dicapai secara demokratik, inklusif melalui perdamaian. Dan menjadi manifest Persatuan Nasional,” imbuh Yudi.
Dalam catatan JAKI, setidaknya terdapat 260 tahanan ataupun mantan tahanan yang berhak memperoleh amnesti, abolisi dan rehabilitasi dari Presiden.
Contohnya adalah Rachmawati Soekarnoputri, Hatta Taliwang, Veddrik Nugraha, Brigjen TNI (Purn) Aditya Warman, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, Mayjen TNI (Purn) Soenarko, Eko Suryo Sanjoyo, Lieus Sungkharisma, Eggy Sudjana, Ratna Sarumpaet, Jamran, Abdul Gani Ngabalin dan masih banyak lqgi.
“Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi yang diberikan kepada Tapol-Napol, yang terdiri dari para Agamawan, (Ulama), aktivis, mahasiswa, professional, pelajar, professional, akademisi, Purnawirawan TNI-Polri, penggiat media sosial atau warga biasa seperti ibu-ibu rumah tangga dan individu-individu dari kelompok masyarakat lainnya yang terkena persoalan hukum dalam pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo, tentu memiliki dampak besar, bukan saja menyangkut kepentingan sektoral terkait hukum, sosial dan politik an sich. Melainkan sebuah rasa bebas dari rasa takut, curiga, paranoid dan segala macam bentuk tekanan mental maupun fisik hingga kematian yang dialami dan atau setidaknya pernah dialaminya atas pemidanaan-pemidanaan masyarakat menyangkut kebebasan berbicara, berekspresi dan segala tindakan penyampaian ide untuk menyalurkan hak-hak sipil dan konstitusionalnya serta partisipasinya dalam sistem demokrasi di Indonesia. Dan ini menjadi dampak besar, ketika pemulihan keadilan antara Negara dan Rakyat dapat diwujudkan secara konkrit oleh Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara,” katanya.
Selain itu, dampak dari pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi ini memiliki dampak yang sangat signifikan dalam pencapaian salah satu agenda SDG’s (Sustainable Development Goals) yang dapat berdampak untuk kesejahteraan Rakyat yang diselenggarakan Negara. Hal ini menjadi agenda ke 16 SDG’s, yaitu : Perdamaian, keadilan, dan lembaga yang kuat: Membahas hak sipil dan politik, seperti keamanan pribadi, akses terhadap keadilan, dan kebebasan fundamental. Sehingga tindakan ini juga menjadi Kekuatan Negara atas Penguatan Rakyat.
“Tentu tindakan penguatan Rakyat dan Negara dalam hal kepastian hukum dan terwujudnya hak asasi manusia ini, dapat menjadi acuan dalam hal investasi, pengurangan hutang luar negeri bahkan puncaknya penghapusan hutang luar negeri Indonesia dan penguatan keuangan Indonesia. Argumentasi yang mendasari ini, adalah penghormatan tinggi Negara terhadap kemanusiaan dan keadilan yang berdampak menguatkan tingkat kepercayaan Rakyat terhadap Negara menjadi kuat, sehingga mitra-mitra Kerjasama Internasional juga memiliki kepercayaan tinggi terhadap Indonesia atas stabilitas yang terjadi. Dan mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan terhadap tatanan Negara Indonesia di tingkat lokal, nasional dan global,” urainya.