Kejati Bengkulu tetapkan pejabat Kementerian ESDM tersangka korupsi
Tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Bengkulu menetapkan T. Nadzirin yang merupakan Inspektur Pertambangan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2024 - 2025 wilayah Bengkulu sebagai tersangka kasus korupsi tambang batu bara.

Elshinta.com - Tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Bengkulu menetapkan T. Nadzirin yang merupakan Inspektur Pertambangan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2024 - 2025 wilayah Bengkulu sebagai tersangka kasus korupsi tambang batu bara.
Penetapan tersangka terhadap T. Nadzirin yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) dilakukan karena yang bersangkutan telah menerima dana gratifikasi sebesar Rp1 miliar dari pemilik tambang batu bara Bebby Hussy.yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau N itu sebagai Inspektur tambang, bukan kepala ya. (Tersangka Nadzirin) Ini merupakan ASN jabatannya Inspektur tambang yang seharusnya melakukan pengawasan tetapi tidak dilakukan, malah menerima uang," kata Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo didampingi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bengkulu Denny Agustian di Kota Bengkulu, Senin.
Ia menyebut bahwa tersangka Nadzirin menerima uang sebesar Rp1 miliar dan tidak menjalankan fungsi pengawasan, dan meloloskan PT. RSM (Ratu Samban Mining) untuk tetap melakukan aktivitas pertambangan walaupun beberapa persyaratan belum lengkap.
Uang sebesar Rp1 miliar tersebut diterima Nadzirin dari tersangka Bebby Hussy melalui perantara dari tersangka lainnya yaitu Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang batu bara Provinsi Bengkulu Sutarman.
Sementara itu, Kepala Inspektur tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2022 hingga 2024 yaitu Sunindyo Suryo Herdadi yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka juga menerima dana Rp1 miliar dari tersangka Bebby Hussy.
Untuk Sunindyo Suryo Herdadi yang menjabat sebagai Inspektur melakukan pengawasan secara benar atas jaminan reklamasi (jamrek) yang tercantum dalam rancangan kerja dan anggaran biaya (RKAB), namun yang bersangkutan tidak melakukan hal tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka telah melakukan manipulasi terhadap sejumlah data dan dokumen jamrek sehingga RKAB terhadap perusahaan tambang batu bara di Provinsi Bengkulu terus disetujui.
Dengan adanya manipulasi data tersebut menyebabkan ketidakbenaran terhadap jaminan reklamasi, sehingga berdampak pada pertambangan yang dilakukan sehingga tidak dapat dilakukan reklamasi.
Sebelumnya, penyidik Pidsus Kejati Bengkulu telah menetapkan 11 orang tersangka yaitu Kepala Cabang PT Sucofindo Regional Bengkulu Imam Sumantri (IS) dan Direktur PT Ratu Samban Mining Edhie Santosa (EDH), Komisaris Tunas Bara Jaya Bebby Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana Saskya Hussy.
Selanjutnya, Direktur Utama Tunas Bara jaya Julius Soh, Marketing PT Inti Bara Perdana Agusman, Direktur Tunas Bara Jaya Sutarman, mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi (SSH), Komisaris PT Ratu Samban Mining David Alexander, Andy Putra dan Awang.
Sebagai informasi, 11 orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi produksi dan eksplorasi pertambangan batu bara milik PT Ratu Samban Mining dan PT Tunas Bara Jaya diduga melakukan merambah kawasan hutan dan melakukan penjualan batu bara secara tidak sah atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga menyebabkan negara mengalami kerugian mencapai Rp500 miliar.