Elshinta.com - Pembangunan MRT Jakarta bukan hanya soal menghadirkan moda transportasi modern, tetapi juga menjadi ruang belajar raksasa bagi industri konstruksi dan insinyur Indonesia. Kepala Divisi Engineering MRT Jakarta, Riska Muslimah, menegaskan bahwa proyek ini dirancang agar tidak sekadar membangun infrastruktur, melainkan juga menumbuhkan kapasitas lokal.
“Karena menggunakan skema JICA STEP Loan, ada syarat keterlibatan Jepang minimal 30 persen. Itu bisa berupa teknologi, peralatan, maupun tenaga kerja. Tapi artinya kita masih punya ruang 70 persen untuk mendorong keterlibatan industri dalam negeri,” jelas Riska saat ditemui di Kantor MRT Jakarta Kawasan Jakarta Pusat Selasa (26/7/2029).
Konsorsium Jepang-Lokal
Salah satu syarat dari pemberi pinjaman adalah kontraktor utama harus berasal dari Jepang, baik berdiri sendiri maupun berkolaborasi dengan perusahaan lokal. Skema ini melahirkan konsorsium seperti Shimizu–Adhi Karya Joint Venture (SAGV).
Menurut Riska, pola kerja sama ini justru memberi ruang besar bagi kontraktor Indonesia untuk naik kelas. “Jadi tidak hanya Jepang yang terlibat, tapi juga mitra lokalnya ikut belajar dan mengembangkan kompetensinya,” ujarnya.
Transfer Teknologi Nyata: WIKA Kobe
Contoh paling nyata adalah WIKA Kobe, perusahaan patungan antara PT Wijaya Karya dengan mitra Jepang, yang kini memproduksi segmen beton untuk terowongan MRT.
“Sekarang kualitas segmen tunnelnya WIKA Kobe itu sangat baik. Jepang menanamkan investasi, melakukan knowledge sharing, dan akhirnya kita bisa memproduksi sendiri segmen tunnel dengan standar internasional di Indonesia,” kata Riska.
Ia menilai, inilah bentuk transfer teknologi yang nyata: dari awalnya bergantung pada impor, kini industri lokal bisa berdiri sejajar dengan pemain global.
MRT sebagai Sekolah Infrastruktur
Lebih jauh, Riska menyebut pembangunan MRT sebagai sebuah “sekolah infrastruktur”. Selain insinyur, banyak tenaga kerja Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk bekerja dengan standar ISO, PMBOK, dan kontrak rancang-bangun bertaraf internasional.
“Di MRT, kita tidak hanya bicara konstruksi. Kita bicara bagaimana menyusun spesifikasi teknis, dokumen tender, memilih kontraktor, hingga mengalokasikan risiko proyek. Itu semua menjadi proses belajar bagi kita, agar ke depan lebih siap mengelola proyek-proyek besar lainnya,” jelasnya.
Melahirkan Industri Lokal Kelas Dunia
Dengan model pembangunan ini, MRT Jakarta berharap ke depan semakin banyak industri dalam negeri yang bisa ikut tumbuh. “Budaya kolaborasi seperti ini perlu dibangun, supaya industri lokal bisa berkembang menjadi kelas dunia,” tutup Riska. (Arie Dwi Prasetyo)
Sumber : Radio Elshinta