Indonesia aktif mitigasi standar ganda HAM global soal Papua

Update: 2025-10-14 01:10 GMT

Tangkapan layar Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas dan mantan Wakil Tetap RI di Jenewa Febrian Ruddyard menyampaikan pernyataannya dalam agenda “Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI” oleh Kemlu RI, dipantau daring di Jakarta, Senin (13/10/2025). (ANTARA/Nabil Ihsan)

Mantan Utusan Tetap RI di Jenewa yang kini menjabat Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas Febrian Ruddyard mengungkapkan bahwa pihaknya telah secara aktif memitigasi standar ganda komunitas internasional terhadap isu HAM di Papua.

Dalam agenda “Forum Debriefing Kepala Perwakilan RI” oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI pada Senin, diplomat senior itu mengakui bahwa di Jenewa, ada tekanan besar dari lembaga non-pemerintah (NGO), khususnya yang berasal bukan dari negara-negara Global Selatan, mengenai isu HAM di negara berkembang.

“Kami turut rasakan adanya standar ganda. Begitu ada konflik yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil, berbagai NGO di Jenewa bicara dan kirim surat; apabila ada sidang Dewan HAM selalu bicara. Tetapi pada saat rekan TNI yang menjadi korban, semua diam,” kata Febrian, dipantau secara daring di Jakarta.

Ia mengungkapkan bahwa untuk memitigasi isu tersebut, Perutusan Tetap RI (PTRI) di Jenewa senantiasa memastikan bahwa semua pihak terkait mendapat informasi yang cukup terkait kondisi di Papua.

Pihaknya secara rutin mengajak NGO untuk berdialog dan menceritakan situasi yang terjadi di Papua, termasuk keadaan di mana personel militer RI sendiri menjadi korban pelanggaran HAM oleh kelompok separatis, kata dia.

Febrian juga mengatakan bahwa pihaknya secara aktif mengirim surat ataupun nota diplomatik kepada seluruh perwakilan, termasuk Komisioner Tinggi HAM PBB, apabila ada berita tentang penyerangan terhadap personel TNI.

“Yang harus kita perjuangkan adalah memastikan supaya kita jangan pernah berhenti memberi informasi. Setiap serangan, siapapun yang melakukan, harus dicatat dan didiseminasikan,” kata Wakil Menteri PPN itu.

Namun demikian, Febrian mengakui bahwa perhatian pegiat HAM cenderung lebih terpaku pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aktor negara. “Belum ada yang memerhatikan apabila pelanggaran HAM itu dilakukan oleh aktor non-negara,” kata dia.

Febrian pun menyatakan bahwa dengan memastikan kelancaran informasi terkait situasi HAM di Papua, isu tersebut pada akhirnya tidak dianggap perlu untuk diangkat di dalam Dewan HAM PBB.

Ia juga mewacanakan supaya diplomat Indonesia memajukan usul kepada Dewan HAM PBB supaya mereka mengambil sikap terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aktor non-negara, seperti melalui resolusi organisasi.

Similar News