KPK panggil Rektor UIN Walisongo sebagai saksi kuota haji
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof Muhammad Ali Ramdhani, menyerahkan penghargaan kepada Rektor UIN Walisongo Prof Nizar, Senin (30/12/2024), di Auditorium HM. Rasjidi Gd. Kemenag, Jakarta Pusat. Dok. UIN Walisongo
Elshinta.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Nizar Ali (NA), sebagai saksi kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama NA,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip dari ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut Budi menjelaskan Nizar Ali diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Kemenag tahun 2023.
Diketahui, Nizar Ali juga sempat menjabat sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag sebelum menjabat Sekjen Kemenag.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.