KSP ungkap korban keracunan MBG: Pemerintah tidak tone deaf

Update: 2025-09-22 12:52 GMT

Foto : Istimewa

Program Makan Bergizi Gratis kembali disorot setelah berulangnya kasus keracunan siswa. Belakangan terjadi di Banggai Kepulauan, Sulteng, dan Garut, Jawa Barat.

Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengungkap, data jumlah siswa yang keracunan usai mengkonsunsi Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, data Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan, masing-masing institusi melaporkan bahwa ada lebih dari 5.000 siswa tercatat mengalami keracunan.

"BGN, 46 kasus keracunan, ini pasti yang mau ditanyakan keracunan kan Dengan jumlah penderita 5080, ini data per 17 September, Kedua dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5207 penderita, data 16 September Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5320 penderita, data per 10 September 2025," ujar Qodari, di Kantor KSP, Jakarta, Senin (22/09/2025).

Qodari menjelaskan, puncak kejadian keracunan tertinggi terjadi pada Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat. Sementara, Qodari menjelaskan, secara umum penyebab keracunan diakibatkan oleh 4 faktor.

A. Higienitas makanan

B. Suhu makanan dan ketidaksesuaian pengolahan pangan

C. Kontaminasi silang dari petugas

D. Ada indikasi sebagian disebabkan alergi pada penerima manfaat.

Qodari menambahkan, pihaknya memaparkan data-data tersebut secara terbuka untuk meyakini publik bahwa pemerintah memberi perhatian penuh atas persoalan ini. Pemerintah menurutnya juga sudah mengambil langkah-langkah sebagai antisipasi.

"Ini contoh bahwa pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Pak Mensesneng kan sudah merespon juga kan, Jumat kemarin kan, mengakui adanya itu minta maaf dan akan evaluasi. Ini saya tambahkan data-datanya," tandas dia.

Qodari menyatakan, untuk mencegah terulangnya kasus keracunan MBG, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. Antara lain, Ia mengingatkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG harus memiliki Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). SLHS ini sebagai upaya mitigasi dan pencegahan kasus keracunan pada program MBG.

Ia memaparkan, berdasar data Kemenkes, dari 8.553 SPPG per 22 September, baru ada 34 SPPG yang memiliki SLHS. Ribuan SPPG lainnya belum mengantongi SLHS.

"SLHS harus ada di semua SPPG," tegas Qodari dalam keterangannya, Senin, 22 September 2025.

Rama Pamungkas

Tags:    

Similar News