Pengelola tegaskan tanah Hotel Sultan bukan bagian dari HPL No.1 Gelora
Foto : website sultanjakarta.com
PT Indobuildco, selaku pemilik dan pengelola kawasan Hotel Sultan Jakarta, menegaskan bahwa lahan yang ditempati hotel tersebut bukan bagian dari tanah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) No.1/Gelora, melainkan berdiri di atas tanah negara dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora.
Dalam pernyataan resminya, PT Indobuildco menjelaskan bahwa lahan tersebut tidak lagi termasuk dalam kawasan tanah yang dibebaskan Komando Urusan Persiapan Asian Games (KUPAG) tahun 1962. Tanah tersebut telah diserahkan oleh Gubernur KDCI Jakarta kepada pihak swasta, yakni PT Indobuildco, melalui Surat Keputusan Gubernur KDCI Jakarta Nomor 1744/A/K/BKD/71 tanggal 21 Agustus 1971.
Berdasarkan keputusan tersebut, Menteri Dalam Negeri kemudian menerbitkan Surat Keputusan Nomor 181/HGB/DA/72 tanggal 3 Agustus 1972 yang memberikan Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara seluas 153.400 meter persegi di kawasan Gelora, Jakarta Pusat, kepada PT Indobuildco. Sertifikat HGB resmi didaftarkan pada 5 Maret 1973 dan berlaku selama 30 tahun, hingga 4 Maret 2003.
“Tanah HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora bukan merupakan bagian dari Barang Milik Negara sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1984,” demikian keterangan resmi PT Indobuildco. Oleh karena itu, lahan tersebut tidak termasuk dalam cakupan HPL No.1/Gelora yang diberikan kepada Sekretariat Negara RI cq. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan (PPKGBK/BP-GBK).
PT Indobuildco menilai bahwa Keputusan Kepala BPN Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 mengenai pemberian HPL No.1/Gelora kepada Sekretariat Negara tidak berlaku mengikat terhadap tanah HGB milik Indobuildco, karena tidak pernah dilakukan pelepasan hak disertai pembayaran ganti rugi sebagaimana diwajibkan dalam diktum kedua dan ketujuh keputusan tersebut.
Selama kewajiban itu belum dipenuhi, PT Indobuildco menyatakan masih memiliki hak penuh atas kedua bidang tanah tersebut. Bahkan, sesuai Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, pemegang HGB memiliki prioritas untuk memperpanjang atau mengajukan kembali hak baru di atas tanah negara setelah masa berlakunya berakhir.
Perusahaan juga menegaskan bahwa pembayaran royalti kepada Kementerian Sekretariat Negara cq. PPKGBK tidak memiliki dasar hukum dalam sistem agraria nasional.
Menurut PT Indobuildco, konsep royalti tidak dikenal dalam Hukum Tanah Nasional dan tidak diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan. Aturan tersebut menegaskan bahwa setiap penyerahan tanah HPL kepada pihak ketiga harus didasarkan pada perjanjian tertulis antara kedua belah pihak, sesuatu yang tidak pernah terjadi antara PPKGBK dan PT Indobuildco.
“Dengan demikian, PT Indobuildco tidak memiliki kewajiban membayar royalti kepada Kementerian Sekretariat Negara RI cq. PPKGBK,” tulis pernyataan tersebut.
PT Indobuildco mengakui sempat melakukan pembayaran royalti pada 2003 hingga 2006 semata-mata karena menghormati Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 276 PK/PDT/2011, yang saat itu berkekuatan hukum tetap. Namun, perusahaan menegaskan pembayaran tersebut tidak berarti mengakui bahwa HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora berada di atas HPL No.1/Gelora.
Lebih lanjut dalam pernyataan tertulis PT Indobuildco menjelaskan bahwa dasar hukum dari putusan PK tersebut kini dinilai gugur karena putusan pidana yang menjadi rujukannya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan PK Nomor 229 PK/Pid.Sus/2013 tanggal 22 Mei 2014. Dengan demikian, PT Indobuildco menilai tidak ada lagi landasan hukum bagi tuntutan pembayaran royalti dari pihak Kementerian Sekretariat Negara cq. PPKGBK. (*)